25.5 C
Mataram
Rabu, 24 April 2024
BerandaBerita UtamaIni Alasan Polisi Proses Kasus Ibu Rumah Tangga di Lombok Tengah

Ini Alasan Polisi Proses Kasus Ibu Rumah Tangga di Lombok Tengah

Lombok Tengah (Inside Lombok)- Kasus empat ibu rumah tangga yang diduga melempar perusahaan rokok di desa Wajegeseng kecamatan Kopang saat ini sudah masuk tahap persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Praya. Akan tetapi, masih dilakukan upaya mediasi oleh aparat kepolisian antara pemilik perusahaan rokok UD Mawar, H. Suhardi dan empat ibu rumah tangga tersebut. Sehingga kedua belah pihak bisa berdamai. Hal itu diharapkan bisa menjadi pertimbangan hakim untuk meringankan hukuman empat ibu rumah tangga yang kini sudah berstatus tahanan luar tersebut. “Rencananya kami akan pertemukan kedua belah pihak dengan difasilitasi lawyer untuk meringankan beban hukuman saat sidang,”kata Kapolres Lombok Tengah, Esty Setyo Nugroho, Rabu (24/2/2021) di Praya. Dia juga menjelaskan bagaimana pihaknya akhirnya tetap memproses kasus ini. Meski hal itu disayangkan banyak pihak. Karena dinilai tidak mengedepankan rasa kemanusiaan. Berbanding terbalik dengan laporan anak terhadap ibu kandung yang ditolak Polres Lombok Tengah beberapa bulan lalu. Para ibu rumah tangga yang telah berstatus sebagai terdakwa itu juga disangkakan pasal 170 ayat 2 KUHP dengan ancaman maksimal 5 tahun enam bulan penjara. Sementara beberapa alat bukti yang diamankan aparat berupa beberapa batu dan kayu singkong yang diduga digunakan untuk melempari gudang rokok. “Awalnya bukan pasal 170 yang kami kenakan. Tapi karena saat pemeriksaan dilihat bukti-bukti dan keterangan saksi sehingga dikenakan pasal 170,” ujar Esty. Dia juga mengatakan kalau kedua belah pihak sudah beberapa kali dilakukan mediasi, baik oleh pihak desa, DPRD dan juga Polsek Kopang. Namun selalu menemui jalan buntu. Itulah yang akhirnya membuat kasus ini berlanjut ke meja hijau. Esty menuturkan, penahanan empat ibu rumah tangga ini sejatinya merupakan akhir dari rentetan persoalan yang terjadi antara warga dusun Eat Nyiur desa Wajegeseng dengan pemilik perusahaan rokok. “Berawal bulan Agustus dilakukan mediasi dua kali di DPRD, tiga kali di desa dan tiga kali Polsek Kopang,”kata Esty. Persoalan ini terjadi karena adanya protes dari warga setempat terhadap perusahaan rokok yang diduga menyebabkan polusi dan mengganggu kesehatan warga. “September dilakukan hearing difasilitasi DPRD dan hadir masyarakat, LSM, pemilik UD Mawar. Hearing kedua hadirkan dinas perizinan, dinas perindustrian dan Dinas Lingkungan Hidup,”imbuhnya. Setelah hearing di DPRD, dilanjutkan dengan pengecekan ke lokasi karena ada keluhan warga mengenai perizinan dan juga dampak lingkungan. Saat pengecekan ke lokasi tidak ditemukan adanya bau menyengat yang ditimbulkan oleh perusahaan rokok seperti yang dikeluhkan warga. Perizinan juga dinyatakan tidak ada persoalan. Sehingga saat itu UD Mawar dinyatakan tidak ada pelanggaran secara administrasi. Meski demikian tetap dilakukan mediasi lagi sehingga UD Mawar akhirnya sepakat berhenti berproduksi. Akan tetapi, tekanan dari karyawan yang meminta untuk kembali bekerja membuat UD Mawar kembali membuka perusahaan. “UD Mawar pekerjakan seratus orang dari lingkungan desa Wajegeseng dan karyawan meminta untuk bekerja kembali,”katanya. Akibatnya terjadi lagi gejolak. Sehingga dilakuan mediasi kembali di tingkat desa dan Polsek. “Tiga kali di desa, tiga kali di Polsek dan tiga kali di DPRD,”imbuh Esty. Dia juga mengatakan kalau kejadian pelemparan perusahaan rokok tersebut bukan yang pertama kali. Sebelumnya pelemparan juga menyebabkan kaca mobil pemilik UD Mawar pecah. Termasuk pengancaman terhadap keluarga UD mawar. Namun, persoalan itu bisa selesai di tingkat mediasi. “Hingga akhirnya terjadi lagi pelemparan. Satu hari itu terjadi pelemparan empat kali pagi dan sore dan pemilik UD Mawar melaporkan hal ini ke polisi,”katanya. Menurutnya, kerugian yang ditimbulkan dari pelemparan yang dilakukan warga tersebut memang Rp4,5 juta karena seng yang penyok. Akan tetapi, ada hal yang dinilai lebih penting, yakni ketakutan dari para karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut. “Dari awal pemilik perusahaan juga membuka ruang komunikasi damai asalkan tidak diulangi lagi. Tapi diulangi,”imbuhnya. Kasus ini akhirnya terus berjalan. Tapi tetap dilakukan mediasi. Hanya saja, saat mediasi tersebut ke empat ibu rumah tangga tidak mau meminta maaf. Hingga akhirnya kasus tersebut dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri. Di Kejaksaan juga dilakukan mediasi namun para ibu rumah tangga tersebut kukuh untuk tidak mau meminta maaf. Hingga akhirnya kasus tersebut di P21 oleh Kejaksaan. “Karena Kejaksaan tidak punya ruang tahanan akhirnya ditutup di Polsek Praya. Tapi saat di Polsek juga mereka tidak diperlukan sama dengan tahanan lain karena membawa bayi,”katanya. Empat ibu rumah tangga tersebut, lanjutnya boleh keluar dari ruang tahanan selama tidak keluar dari Polsek Praya. Terlepas dari itu, sekarang ini sedang diupayakan jalan damai agar sanksi hukum ke empat ibu rumah tangga tersebut tidak terlalu berat di Pengadilan. “Yang terpenting saat ini adalah dilakukan mediasi. Sehingga semua berjalan dengan baik. Karena UD mawar ini juga merekrut banyak pekerja. 90 persen itu warga Wajegeseng. Sehingga dianggap bukan langkah yang bijak untuk menutup aktivitas tersebut,”katanya.

- Advertisement -

Berita Populer