25.5 C
Mataram
Sabtu, 20 April 2024
BerandaBerita UtamaKasus kekerasan Terhadap Anak di Lotim Jadi yang Tertinggi di NTB

Kasus kekerasan Terhadap Anak di Lotim Jadi yang Tertinggi di NTB

Lombok Timur (Inside Lombok) – Kasus kekerasan terhadap anak di Kabupaten Lombok Timur (Lotim) semakin hari kian meningkat. Tak tanggung-tanggung, pada 2022 ini eskalasi kasusnya menunjukkan angka tertinggi dari jumlah kasus di NTB.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Lotim, Ahmat mengatakan angka kasus kekerasan terhadap anak di Lotim pada 2022 mencapai 108 kasus. Namun empat orang di antaranya tidak dapat ditangani, dikarenakan menikah ke luar daerah. Angka kasus yang lebih dari ratusan tersebut diklaimnya menjadi yang tertinggi di NTB.

“Sampai saat ini ada 104 kasus dari 108 kasus. Namun 4 lainnya menikah dini di luar daerah, sehingga sulit dilakukan penanganan,” ucapnya saat ditemui awak media di Kantor Pemkab Lotim, Senin (25/07).

Dari jumlah kasus kekerasan anak yang terjadi di Lotim, 50 persen di antaranya merupakan kekerasan seksual terhadap anak. Kemudian kekerasan seperti pernikahan dini, fisik dan lainnya menyentuh angka 40 persen.

- Advertisement -

“Setiap kekerasan terhadap anak kami laporkan karena berpengaruh pada DAK. Sebab kita di Lotim mempunyai program Rumah Aman, sosialisasi dan upaya perlindungan lainnya,” ucapnya.

Kategori kekerasan terhadap anak ada beberapa jenisnya, salah satunya pernikahan dini yang kerap kali terjadi di Lotim. Beberapa penyebab utamanya adalah pengaruh media sosial dan kurangnya pendekatan maupun pengawasan keluarga.

“Untuk itu kita bersama dengan pemerintah bawah dan juga dinas terkait serta KUA bersama-sama melakukan sosialisasi terkait kekerasan terhadap anak, khususnya desa yang memiliki jumlah kasus yang tinggi,” jelasnya.

Saat ini pihak DP3AKB bersama dengan LPA Lotim sedang menangani korban kekerasan untuk diberikan pendampingan. Termasuk memulihkan psikologi korban, khususnya korban kekerasan seksual.

“Kita tetap berikan korban hak-haknya seperti bersekolah dan bersosialisasi dengan terlebih dahulu menangani psikologisnya, adapun korban yang tidak mau bersekolah lagi akan kita bina di Rumah Aman,” pungkasnya. (den)

- Advertisement -

Berita Populer