27.5 C
Mataram
Jumat, 19 April 2024
BerandaBerita UtamaPedophilic Disorder, Penyebab Kekerasan Seksual pada Anak yang Perlu Diantisipasi

Pedophilic Disorder, Penyebab Kekerasan Seksual pada Anak yang Perlu Diantisipasi

Lombok Timur (Inside Lombok) – Maraknya kekerasan seksual terhadap anak oleh orang dewasa, khususnya di Kabupaten Lombok Timur (Lotim) mengundang perhatian banyak pihak. Tak terkecuali dari para Psikolog yang menelisik mengapa kasus-kasus yang merujuk pada pedophilic disorder atau gangguan pedofilia itu terjadi.

Hirpan Rosidi, salah seorang psikolog yang turut mengamati fenomena tersebut menerangkan terdapat lima jenis kekerasan seksual yang bisa terjadi. Antara lain kesadisan, kemarahan, dominasi, menggoda, dan eksploitasi.

Adapun penyebab seseorang melakukan jenis pelecehan itu di antaranya karena ketidaksetaraan ekonomi, stres, sarat kecemasan, misoginis, pemanfaatan teknik netralisasi (pembenaran-pembenaran atau alasan-alasan merasionalisasi), hukum dorongan “tanpa disadari”, dan penerimaan “mistik maskulin”.

“Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kekerasan seksual terhadap anak itu terjadi, terlebih pada anggota keluarga sendiri,” ucap Hirpan, Senin (14/03).

- Advertisement -

Selain itu, ada beberapa sebab mengapa seorang ayah melakukan kekerasan seksual pada anaknya. Salah satunya karena rendahnya nilai kemampuan sosial, intelegensi, dan memiliki sejarah luka di kepala yang menyebabkan ketidaksadaran di masa anak-anak.

“Seorang dewasa yang melakukan kekerasan seksual pada anak di bawah umur merupakan sebuah kelainan psikologis yang disebut sebagai pedophilic disorder,” jelasnya. Gangguan pedofilia tersebut adalah sebuah kelainan psikologis di mana orang dewasa atau remaja muda, memiliki fantasi seksual bersama seseorang yang belum mencapai pubertas.

Penyebab dari kelainan pedofilia ini belum dipahami dengan baik. Namun diduga sebagian besar individu yang melakukan kekerasan seksual pada anak kecil merupakan orang-orang yang kemungkinan besar juga mengalami kekerasan seksual ketika kecil.

Diungkapkan Hirpan, dalam mengurangi rasa bersalah dari perilaku seksual yang dilakukan, pelaku pedofilia umumnya percaya bahwa mereka tidak dapat menahan dorongan seksual mereka. Sehingga hubungan seksual yang dilakukan bersama anak kecil dianggap sebagai hubungan suka sama suka.

Dalam penanganan pelaku pedofilia, telah dilakukan banyak metode pengobatan oleh para terapis. Termasuk menggunakan bahan kimia seperti obat untuk menekan testosterone. Sayangnya, berbagai metode pengobatan itu tidak begitu efektif.

Dengan kesulitan yang dihadapi untuk mengobati kelainan pedofilia ini, maka usaha pengobatan harus berfokus pada pencegahan kelainan dan implementasi intervensi yang diarahkan pada anak yang menjadi korban. Yakni dengan cara perawatan dini pra-kelahiran dan intervensi awal orang tua di masa kanak-kanak.

Tak hanya itu, memberikan pendidikan kepada anak dalam membedakan sentuhan yang boleh dan tidak boleh dilakukan, dan mendorong mereka untuk berbagi perasaan dengan orang dewasa yang dapat dipercaya apabila seseorang membuat mereka merasa tidak nyaman. (den)

- Advertisement -

Berita Populer