25.5 C
Mataram
Sabtu, 20 April 2024
BerandaDaerahNTBPerempuan di NTB Masih Jadi Sasaran Tindak Kekerasan, Paling Banyak dalam Rumah...

Perempuan di NTB Masih Jadi Sasaran Tindak Kekerasan, Paling Banyak dalam Rumah Tangga

Mataram (Inside Lombok) – Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat ada sekitar 81 laporan kasus kasus yang ada di NTB pada 2022 lalu. Sebagian besar kasus didominasi tindak kekerasan di dalam rumah tangga dan kekerasan di ranah personal lainnya, termasuk yang dilakukan oleh pacar, mantan pacar, suami dan mantan suami.

“Itu hampir 61 persen, dibandingkan dengan kasus yang terjadi di lembaga pendidikan atau tempat kerja, yang biasa kita sebut ranah publik,” ujar Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, Jumat (19/5).

Jumlah kasus yang tercatat itu pun disebut hampir sama dengan laporan yang diterima stakeholder terkait, seperti Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. “Kalau dilihat langsung yang dilaporkan ke komnas perempuan itu sekitar 81 (kasus) pada 2022. Sedikit turun dibandingkan 2021, jumlah 106 kasus,” lanjutnya.

Selain laporan terkait kekerasan seksual, Andy menyebut peningkatan luar biasa juga terjadi pada kasus kekerasan siber. “Jadi kekerasan seksual berbasis siber ada 800 yang dilaporkan kepada Komnas Perempuan. Di NTB juga cukup banyak kasus kekerasan berbasis siber, tapi tidak mungkin semuanya dilaporkan,” katanya.

- Advertisement -

Menurutnya, sebenarnya ada beberapa indikasi yang menyatakan jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan. Pertama, paling banyak mempresentasikan kepercayaan korban untuk melaporkan kasusnya. Kedua, akses korban untuk melaporkan kasusnya. Sehingga terlihat tinggi rendahnya kasus tersebut ada di sana, ini tentunya akan sangat terkait dengan berapa banyak kasus yang sudah dilaporkan bisa terselesaikan dengan baik.

Hal ini juga akan menumbuhkan rasa percaya korban untuk melaporkan kasusnya. Termasuk seberapa banyak penanganan kasus secara hukum bisa selesai. “Sayangnya, memang kami untuk kesempatan ini merasa perlu untuk mendiskusikan lebih lanjut dengan Aparat Penegak Hukum,” katanya.

Andy menyebutkan, ada beberapa indikator makro dari NTB yang perlu menjadi perhatian bersama untuk pengentasan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, yakni tingkat indeks pembangunan manusia (IPM). Pasalnya, jika melihat daerah-daerah yang IPM-nya sedang ke rendah punya kecenderungan angka kekerasan terhadap perempuannya tinggi.

IPM NTB sendiri di 2022 masuk kategori sedang. Dengan posisi 18 dari 34 provinsi. Serta rata-rata lama sekolah tidak panjang, bahkan anak perempuannya tidak sampai 7 tahun. Artinya tidak lulus SMP, begitu juga anak laki-laki yang hanya sekitar 8,2 tahun rata-rata harapan sekolahnya.

“Dan ini akan sebetulnya memperbesar kerentanan kepada kekerasan dan eksploitasi. Termasuk juga memicu perkawinan anak yang lebih banyak. Dalam perkawinan anak biasanya ada siklus kekerasan berkelanjutan sampai masa depannya,” jelasnya. (dpi)

- Advertisement -

Berita Populer