27.5 C
Mataram
Sabtu, 20 April 2024
BerandaUncategorizedPentingnya Sinkronisasi Data untuk Pengembangan Destinasi Super Prioritas Mandalika

Pentingnya Sinkronisasi Data untuk Pengembangan Destinasi Super Prioritas Mandalika

Lombok Barat (Inside Lombok) – Masuknya Mandalika sebagai salah satu Destinasi Super Prioritas (DSP) sehingga semua hal terkait data harus diperjelas. Guna untuk dapat dilakukannya pengembangan wisata yang terarah dan tepat sasaran. Sehingga Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menggelar Fokus Group Discussion (FGD) untuk mengupayakan percepatan koordinasi dan sinkronisasi data di DSP mandalika.

Dalam hal ini, Kemenparekraf gencarkan program satu data parekraf guna hindari terjadinya kerancuan data antara pemerintah kabupaten, pemerintah provinsi, maupun pemerintah pusat.

Hal tersebut, kata Wawan Gunawan, Direktur pengembangan Destinasi Regional II Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Penting untuk dapat mengetahui potensi-potensi pariwisata dan ekonomi kreatif di wilayah DSP Mandalika. Terutama terkait 3A yakni Aksesibilitas, Amenitas dan Atraksi di kawasan tersebut.

“Ini bisa kita lakukan dengan koordinasi antara Pusdatin, Kemenparekraf, Pemprov maupun Pemda melalui dinas pariwisata” sebutnya melalui video zoom meeting, karena berhalangan untuk hadir langsung dalam agenda FGD Kemenparekraf di Lombok, Rabu (19/11/2020).

- Advertisement -

Sehingga ketika data tersebut telah terverifikasi, maka sumber kebijakan mengenai suatu program kerja akan berawal dari sana. Oleh karena itu Kemenparekraf berupaya menciptakan inovasi melalui suatu platform satu data parekraf. Yang bertujuan untuk mempermudah pihak-pihak bersangkutan untuk menyinkronkan data terkait pariwisata.

“Jadi dari sistem itu nanti bagaimana suatu data bisa diolah menjadi sebuah program pengembangan pariwisata” jelasnya.

Karena dari data dapat diketahui bagaimana investasi di bidang parekrafnya, atraksi wisata seperti apa. Kemudian apa saja yanga dia di DSP Mandalika, bagaimana lintas poros pariwisatanya. Lalu bagaimana juga dengan akomodasi yang ada di sana, apa yang telah disediakan dan apa yang belum.

Sehingga sinkronisasi data tersebut dinilai penting. Terlebih untuk menunjang perkembangan dan kemajuan wisata yang ada di daerah tersebut.

“Dengan data ini lah kita bisa mempercepat komunikasi, kaitannya dengan jejaring lintas kementerian. Jadi dari sini nantinya bisa menghasilkan berbagai macam program” sebutnya.

Karena sejauh ini, jumlah pelaku parekraf yang tercatat di Kemenparekraf hanya 300 ribu orang. Sedangkan data yang ada di BPS terkait dengan tenaga kerja pariwisata yang tercatat, katanya, berjumlah sekitar 13 juta orang.

“Jadi memang sangat dibutuhkan kolaborasi semua pihak disini” ujarnya.

Lantaran hingga saat ini, masih banyaknya perbedaan data baik pelaku maupun program dan destinasi wisata antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat.

“Dengan adanya perbedaan data antara pusat, provinsi dan kabupaten, ada banyak sekali perbedaannya” ungkap Siti Qomariana, selaku koordinator pengolahan data dan informasi saat memberi keterangan pada acara FGD di Senggigi, Kamis (19/11/2020) hari ini.

Sehingga hal tersebut yang mendasari Kemenparekraf untuk mencetuskan sebuah platform yang dapat digunakan baik oleh kabupaten, provinsi dan pusat untuk mengisi konten dalam platform tersebut. Sehingga dibutuhkan koordinasi serius dari berbagai pihak yang terlibat dalam hal ini.

Di mana dinas pariwisata dalam hal ini berwenang menentukan dan memutuskan bersama, siapa yang dapat dipercaya untuk mengelola platform tersebut. Sehingga berbagai data update terkait perkembangan destinasi wisata yang sedang diprogramkan dapat dicatat dan diakomodir oleh Kemenparekraf.

“Nanti akan ada aturan siapa yang akan mengisi, siapa yang akan memvalidasi dan nanti siapa yang akan mengembangkan platform tersebut” jelasnya.

Didasari oleh Perpres no. 9 tahun 2019 mengenai satu data Indonesia, maka ini pun akan diterapkan di bidang pariwisata. Supaya pemerintah dalam hal ini dapat lebih mudah untuk mengakomodir para pelaku pariwisata.

Karena lanjutnya, apabila carut marut data tersebut tidak kunjung diselesaikan maka akan turut  berpengaruh juga terhadap penentuan kebijakan dalam pengembangan pariwisata.

“Dalam penentuan kebijakan, kalau ini dibiarkan nanti kebijakan pasti tidak tepat sasaran. Pengembangan untuk daerah tersebut pun terhambat nantinya” tandasnya.

Karena data ini juga berpengaruh terhadap bagaimana kemudian program yang dicanangkan oleh pemerintah untuk bisa mengakomodir dan mengembangkan baik pelaku maupun industri pariwisata yang sedang digelutinya.

“Data itu kan butuh yang valid untuk bisa mengembangkan pariwisata, memberi pelatihan untuk pelakunya, dan industrinya, dengan bantuan-bantuan pelatihan maupun sertifikasi” jelasnya.

Mempersiapkan pariwisata untuk bisa menyesuaikan dengan perkembangan, kata Qomariana, itu juga turut dipengaruhi oleh data yang valid.

“Dari data ini kan nanti kita bisa ketahui, berapa tena kerja yang sudah tersertifikasi. Jadi kalau ternyata di suatu bidang, SDM nya masih kurang, maka kita bisa upayakan pengkaderan, pelatihan atau di sekolah tinggi pariwisata bisa dibuka kelas-kelas yang spesifik sesuai dengan apa yang masih kurang saat ini” paparnya.

Pengembangan DSP ini, jelasnya, tidak hanya dikhususkan untuk Mandalika yang sebagai pilot project. Akan tetapi wisata yanga ada di seluruh wilayah NTB. Oleh karenanya seluruh daerah perlu memahami bagaimana penginputan data pariwisata yang sedang mereka kembangkan.

“Karena permasalahan belum satunya data terkait pendataan pariwisata yang terjadi saat ini dikarenakan kurangnya koordinasi” sebut Qomariana.

Dalam hal ini juga terkait dengan penghitungan jumlah kunjungan wisatawan. Ketika pemerintah memiliki catatan berbeda dengan BPS yang tentu penghitungannya harus sesuai dengan berbagai macam pakem yang harus diikuti.

“Karena data-data pariwisata ini bukan hanya untuk konsumsi kita (Kementerian) tapi juga sebagai bentuk laporan kita ke internasional” pungkasnya.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Pariwisata menyebut bahwa karena dalam hal ini DSP merupakan kawasan super prioritas, maka perlu adanya sesuatu yang lebih hang membedakannya dengan ayang lain. Sehingga melalui FGD yang digelar Kemenparekraf tersebut, Pemda dalam hal ini dinas pariwisata, dapat menyiapkan daya dukung melalui data yang cukup untuk melakukan intervensi dari berbagai terhadap DSP Mandalika.

“Yang paling penting adalah ketika kita mengintervensi infrastruktur segala macam. Kalau kita bangun hotel berapa sih angkat nginap? Kalau kita bangun destinasi ini menjadi begini, siapa sih pasarnya” jelas Kadis Pariwisata Provinsi NTB, Lalu Moh. Faizal, saat menghadiri FGD bersama Kemenparekraf di Senggigi.

Saat disinggung mengenai data yang belum sinkron tersebut, ia mengaku bahwa persoalan tersebut tidak hanya terjadi di NTB tetapi juga wilayah yang lain. Sehingga yang perlu dilakukan adalah penyesuaian atas segala kebutuhan dalam mengembangkan DSP Mandalika tersebut.

“Dibilang sinkron sih engga, mana ada daerah yang punya sinkron data ini. Tetapi itu tadi, kebutuhan-kebutuhan ini bisa saling bersesuaian” tutupnya.

Ia berharap, dengan dilaksanakannya FGD tersebut, ke depannya sinkronisasi data tersebut dapat terpenuhi dan pengembangan DSP dapat terlaksana sebagaimana yang diharapkan. Karena FGD Mandalika, bukan berarti segala pengembangan pariwisata hanya terpusat di kawasan Mandalika atau Lombok Tengah saja, akan tetapi seluruh wilayah di NTB.

- Advertisement -

Berita Populer