Mataram (Inside Lombok) – Dinas Pertanian Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, mencatat, alih fungsi lahan tahun 2019, sebanyak 48 hektare yang didominasi untuk pembangunan perumahan.
Kepala Dinas Pertanian Kota Mataram H Mutawalli di Mataram, Kamis menyebutkan, alih fungsi lahan tersebut sebagian besar terjadi di kawasan Lingkar Selatan untuk pembangunan perumahan.
“Jumlah alih fungsi lahan tahun 2019, sesuai dengan hasil data Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan sisa areal pertanian Mataram saat ini sekitar 1.513 hektare,” katanya.
Ia mengatakan, dalam hal ini pihaknya tidak bisa melarang untuk aktivitas alih fungsi lahan, karena mengacu pada Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beberapa areal yang sebelumnya dilarang ada pembangunan kini dibolehkan.
“Jadi kita tidak bisa melarang lagi, karena RTRW sudah membolehkan,” katanya.
Namun demikian, dalam proses aktivitas alih fungsi lahan terutama untuk perumahan, pemerintah kota dalam hal ini Dinas Pertanian bersama Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang serta Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman tetap melakukan pengawasan.
Pengawasan yang dilakukan adalah dalam proses pembangunan, pihak pengembang maupun masyarakat umum yang akan melakukan kegiatan alih fungsi lahan tidak boleh merusak saluran irigasi yang ada.
“Keberadaan irigasi harus tetap dipertahankan sebab masih banyak areal sawah produktif di sekitarnya,” ujarnya.
Sementara terkait dengan penetapan 509 hektar lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) Kota Mataram, menjadi fokus Distan dalam mengolah lahan agar lebih produktif.
Masyarakat Mataram yang ingin menjadi petani dan tidak meiliki lahan yang lahan luas tak perlu khawatir, sebab pihaknya sudah mengarahkan pola tanam menggunakan sistem hidroponik atau agro yang merupakan bagian dari urban farming.
“Masalah lain yang dihadapi petani, para petani membutuhkan perhatian dalam pengelolaan sisa lahan yang 509 hektar, baik air, pupuk, dan bahan pertanian lainnya,” katanya. (Ant)