Artikel ditulis oleh dr. Eric Fernantha Santosa, Dokter Umum OJT di KSM Bedah Umum Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB
Setiap orang pasti pernah merasakan sakit perut—entah karena telat makan, salah makan, atau sekadar stres. Namun, tidak semua sakit perut bisa dianggap remeh. Salah satunya adalah apendisitis akut atau radang usus buntu, penyakit yang bisa datang tiba-tiba dan membuat seseorang harus dilarikan ke rumah sakit dalam hitungan jam. Meski terdengar menakutkan, kondisi ini sebenarnya sangat umum terjadi dan bisa dialami siapa saja, dari anak sekolah hingga orang dewasa yang sibuk bekerja. Karena itu, penting bagi kita mengenal gejalanya sebelum terlambat.
Usus buntu merupakan tonjolan kecil berbentuk tabung yang buntu di salah satu ujungnya, dan menempel pada bagian awal usus besar yang disebut sekum. Apendisitis akut adalah peradangan pada usus buntu. Kondisi ini merupakan salah satu kegawatdaruratan bedah yang paling sering terjadi, terutama pada anak-anak dan dewasa muda (1).
Siapa saja yang berisiko mengalami usus buntu? Terdapat berbagai faktor risiko yang dapat memicu terjadinya apendisitis, antara lain konsistensi feses, pola makan, usia, serta jenis kelamin (2). Insidensi apendisitis akut sangat bervariasi berdasarkan kelompok usia. Beberapa penelitian menyatakan bahwa kondisi ini lebih sering dialami pada akhir masa remaja, yaitu pada rentang usia 17 hingga 25 tahun. Jenis kelamin laki-laki tercatat lebih berisiko (52,9 persen) dibandingkan dengan perempuan (3).
Berbagai studi epidemiologi menunjukkan bahwa pola makan rendah serat serta kebiasaan yang memicu konstipasi dapat meningkatkan risiko terjadinya apendisitis. Hal ini diduga berkaitan dengan konsumsi serat yang lebih rendah pada laki-laki dibandingkan perempuan, yang umumnya lebih sering mengonsumsi makanan tinggi serat. Selain kurangnya konsumsi makanan berserat seperti sayur dan buah, kebiasaan sering mengonsumsi makanan cepat saji juga turut berperan meningkatkan risiko apendisitis (2).
Lalu apa saja gejala yang merupakan ciri-ciri seseorang mengalami usus buntu? Nyeri merupakan gejala yang paling umum ditemukan pada apendisitis. Pada awalnya, nyeri biasanya dirasakan di sekitar pusar atau di ulu hati. Seiring waktu, nyeri akan berpindah dan terlokalisasi di perut kanan bawah.
Anoreksia atau hilangnya nafsu makan sangat sering terjadi; pasien umumnya enggan untuk makan. Bila pasien justru ingin mengonsumsi makanan favoritnya, dokter perlu mempertimbangkan diagnosis banding lain selain apendisitis. Mual hingga muntah juga sering menyertai infeksi saluran cerna. Demam biasanya muncul seiring berkembangnya proses inflamasi dan terjadinya bakteremia.
Demam disertai menggigil dapat ditemukan pada pasien yang datang terlambat dan telah mengalami komplikasi, seperti terbentuknya abses. Demam menunjukkan progresivitas proses sepsis. Nyeri tekan pada perut kanan bawah atau pada titik McBurney merupakan tanda khas (patognomonik) pada sebagian besar kasus apendisitis (4).
Bagaimana Dokter Menegakkan Diagnosis? Untuk memastikan diagnosis, dokter akan melakukan:
- Pemeriksaan fisik untuk menilai lokasi dan karakter nyeri
- Pemeriksaan darah untuk melihat tanda peradangan
- USG perut, sebagai pemeriksaan pencitraan pertama yang aman dan cepat
- CT scan, bila hasil USG belum jelas
- MRI, khusus digunakan pada ibu hamil untuk keamanan janin
Pemeriksaan ini membantu menentukan tingkat keparahan dan apakah usus buntu telah mengalami perforasi (pecah).
Selama ini, masyarakat mengenal operasi sebagai satu-satunya cara mengatasi usus buntu. Namun, perkembangan ilmu kedokteran menunjukkan bahwa tidak semua kasus memerlukan tindakan bedah segera, terutama bila peradangannya masih ringan.
- Penanganan dengan Antibiotik
Pada kasus appendisitis tanpa komplikasi, terapi antibiotik dapat diberikan sebagai upaya awal untuk mengurangi peradangan (5). Pilihan ini biasanya dipertimbangkan pada:
- Penderita dengan risiko operasi tinggi
- Penderita tanpa tanda pecahnya usus buntu / perforasi dan abses
Meski begitu, sekitar sepertiga pasien mungkin tetap memerlukan operasi dalam beberapa bulan ke depan karena kekambuhan.
- Operasi Apendektomi
Operasi tetap menjadi standar tatalaksana utama, terutama bila terdapat:
- Nyeri hebat yang semakin memburuk
- Kecurigaan pecahnya usus buntu
- Adanya abses atau cairan di rongga perut
- Hasil pemeriksaan menunjukkan peradangan berat
Lalu setelah mengetahui tentang usus buntu, bagaimana cara untuk mencegah mengalami usus buntu ? Tidak ada cara yang benar-benar terbukti atau pasti untuk mencegah usus buntu. Pada beberapa kasus. Beberapa upaya pencegahan yang dapat dilakukan antara lain:
- Mengonsumsi makanan tinggi serat seperti buah, sayur, kacang-kacangan, dan biji-bijian
- Menghindari makanan olahan dan makanan yang digoreng dalam minyak banyak
- Menjaga berat badan tetap sehat
- Melakukan olahraga secara teratur
- Menghentikan kebiasaan merokok dan konsumsi alcohol
- Menjalani pengobatan untuk penyakit lain yang berkaitan dengan saluran pencernaan
- Mengelola kondisi penyerta (komorbid) dengan baik
- Melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau kontrol berkala
Langkah-langkah tersebut dapat membantu menjaga kesehatan sistem pencernaan secara umum, meskipun tidak dapat menjamin pencegahan apendisitis sepenuhnya.
Jadi kesimpulannya, usus buntu adalah kondisi yang memerlukan perhatian cepat dan tepat. Diagnosis dini dan pemilihan terapi yang sesuai merupakan kunci keberhasilan penanganan. Dengan kemajuan teknik operasi dan penggunaan antibiotik yang tepat, pasien memiliki peluang besar untuk pulih tanpa komplikasi.
Jika Anda atau keluarga mengalami nyeri perut kanan bawah yang tidak kunjung membaik, jangan menunda untuk memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan terdekat.
-
Dixon F, Singh A. Acute appendicitis. Vol. 38, Surgery (United Kingdom). Elsevier Ltd; 2020. p. 310–7.
-
Akbar etal AA, Akbar A, Beru Gani A, Arif I, Bedah RSP Ibnu Sina Makassar S, Pendidik Klinik Spesialis Bedah RSUD La Palaloi Maros D. Literature Review: Analysis of Risk Factors Associated With the Incident of Acute Literature Review: Analysis of Risk Factors Associated With the Incident of Acute Appendicitis. Jurnal edu Healt [Internet]. 2024;15. Available from: https://ejournal.seaninstitute.or.id/index.php/healt
-
Peeters T, Houben B, Cools P, Thys Y, D’Onofrio V, Martens S, et al. An observational study on lifestyle and environmental risk factors in patients with acute appendicitis. Heliyon. 2023 Apr 1;9(4).
-
Anshika Rao, Mini KV. Acute Appendicitis – A Review. International Journal of Ayurvedic Medicine, Supplement of International Conference on Ayurveda-Yoga-Nathpanth. 2025;
-
Jumah S, Wester T. Non-operative management of acute appendicitis in children. Vol. 39, Pediatric Surgery International. Springer Science and Business Media Deutschland GmbH; 2023.

