Lombok Utara (Inside Lombok) — Dewan Kebudayaan Lombok Utara (KLU) menegaskan penamaan Dayan Gunung pada proyek pembangunan Alun-alun Kota Tanjung sesuai dengan identitas leluhur masyarakat setempat, menyikapi polemik usulan pergantian nama oleh DPRD KLU. Penegasan tersebut disampaikan Ketua Dewan Kebudayaan Lombok Utara, Kamardi, pada Senin (15/12), di Lombok Utara, dengan menekankan dasar historis dan filosofis penamaan tersebut.
Kamardi menyatakan identitas Dayan Gunung telah melekat pada masyarakat KLU sejak berabad-abad silam, jauh sebelum KLU terbentuk secara administratif pada 2008. Ia menegaskan nama tersebut bukan sekadar penunjuk arah mata angin, melainkan bagian dari karakter kebudayaan Suku Sasak di wilayah utara KLU.
“Nama tersebut merupakan bagian integral dari karakter kebudayaan Suku Sasak, khususnya di wilayah utara Lombok. Historis nama Dayan Gunung ini sudah berabad-abad lalu,” ujarnya.
Ia menjelaskan, berbagai kajian menunjukkan identitas pegunungan menjadi karakter utama masyarakat Sasak di kawasan tersebut. Hal itu merujuk pada konsep pembagian adat budaya Lombok yang dikenal sebagai Tritoti, di mana wilayah KLU disebut Paer Dayan Gunung atau disingkat Paer Daya.
“Semua orang di Lombok ini menyebut orang di sini itu adalah Dayan Gunung. Bukan berarti daya itu hanya arah mata angin saja. Bukan, daya itu punya filosofi tinggi,” tegasnya.
Menurut Kamardi, filosofi Dayan Gunung tengah dikaji lebih mendalam dan akan dikaitkan dengan ritual adat di Bayan sebagai pusat spiritual. Ia menilai penamaan Alun-alun sebagai Dayan Gunung lebih sesuai dengan kajian kesejarahan dan jati diri KLU dibandingkan nama administratif KLU yang nilainya relatif baru.
“Sebelum itu (pembentukan KLU,red), tidak ada yang bilang KLU, orang Lombok ini pasti menyebutnya Dayan Gunung, sudah dari leluhur dan dari dulu,” jelasnya.
Ia juga mengkritik wacana pergantian nama yang muncul dari sejumlah pihak. “Dewan harus belajar juga sejarah itu, jangan begitu tidak setuju, mau ganti, tidak bisa seperti itu. Harus dikaji dulu, harus dipahami dulu darimana sih nama Dayan Gunung ini. Bukan karangan dan bukan pemberian negara, nama Dayan Gunung sudah lahir sejak leluhur Sasak ini ada,” ungkapnya.
Kamardi mengimbau masyarakat tidak mudah terprovokasi dan memahami bahwa Dayan Gunung merupakan representasi jati diri yang telah baku dan mengakar. “Untuk saat ini, nama Dayan Gunung ini sudah tepat karena itu sudah baku dari dulu, bukan karena hanya sebutan orang teben (Mataram,red), bukan karena arah mata angin, bukan. Itu punya filosofi,” pungkasnya.

