Lombok Timur (Inside Lombok) – Kepolisian Resor Lombok Timur (Lotim) mengungkap peredaran beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang tidak memenuhi standar mutu di wilayah Lotim. Pelaku usaha yang terlibat terancam pidana penjara maksimal lima tahun atau denda hingga Rp2 miliar sesuai Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Kapolres Lotim, AKBP I Komang Sarjana, mengatakan program SPHP bertujuan menjaga keterjangkauan harga dan menjamin kualitas pangan bagi masyarakat. “Beras SPHP yang beredar wajib sesuai dengan spesifikasi mutu yang tertera pada label. Jika kualitasnya di bawah standar, itu merugikan konsumen dan ada sanksi pidana bagi pelaku usaha,” ujarnya, Jumat (19/12/2025).
Kasus ini terungkap berawal dari keluhan pedagang di Pasar Aikmel saat Satgas Pangan Polres Lotim melakukan pemantauan harga bahan pokok pada 20 Oktober 2025. Dari hasil pengecekan, beras SPHP berlabel medium yang dibeli dari Bulog Cabang Lotim didapati memiliki kualitas rendah dengan kandungan menir dan patahan yang cukup banyak.
Penelusuran polisi kemudian mengarah ke sebuah gudang di Desa Gelora, Kecamatan Sikur. Dari lokasi tersebut, petugas mengamankan sampel beras SPHP kemasan 5 kilogram untuk dilakukan uji laboratorium.
Dalam perkara ini, penyidik menetapkan seorang wiraswasta berinisial FP (34) sebagai tersangka. Ia diduga sengaja atau membiarkan beras dengan mutu di bawah standar dikemas dan diedarkan sebagai beras SPHP.
Kapolres menyebutkan, meski tersangka tidak ditahan karena dinilai kooperatif, proses hukum tetap berjalan. Hingga kini, penyidik telah memeriksa pelapor, 16 saksi, tersangka, serta menghadirkan ahli mutu dan ahli perlindungan konsumen. Polisi juga menyita barang bukti berupa ratusan karung beras 50 kilogram, belasan ribu kemasan beras SPHP 5 kilogram, alat timbang, mesin jahit karung, serta kemasan SPHP yang belum digunakan.
“SPHP adalah program untuk kepentingan masyarakat. Jika disalahgunakan, konsekuensinya adalah pidana,” pungkas AKBP I Komang Sarjana.

