Mataram (Inside Lombok) – Mulai saat ini, Indonesia resmi dihapuskan dari daftar negara berkembang oleh Kantor Perwakilan Perdagangan Amerika Serikat (AS) atau Office of the US Trade Representative (USTR). Kebijakan ini mulai berlaku sejak 10 Februari 2020 lalu.
Seiring dengan perubahan tersebut, untuk kedepannya Indonesia tidak akan lagi mendapatkan fasilitias Generalize System of Preference (GSP) atau keringanan bea masuk dalam aktivitas ekspor impor barang dari negara berkembang.
Dilansir dari berbagai media, Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri Internasional (Kadin) Bidang Hubungan Internasional, Shinta Widjaja Kamdani, menyampaikan bahwa Indonesia sudah naik kelas dari negara berkembang menjadi negara maju. Pemerintah pusat AS akan umumkan keputusan lebih lanjut secara resmi.
“Ya kalau jadi negara maju tidak bisa dapat fasilitas GSP lagi. Tapi ini kan belum diputuskan, jelas kalau diputuskan GSP-nya akan dicabut dan bakal berdampak terhadap ekspor Indonesia, tapi jumlahnya tidak signifikan tapi tetap ada dampaknya,” kata Shinta, Jumat (21/2).
Selain Indonesia, terdapat 24 negara lainnya yang dikeluarkan dari daftar negara berkembang oleh Amerka Serikat (AS), yakni Albania, Argentina, Armenia, Brazil, Bulgaria, China, Kolombia, Kosta Rika, Georgia, Hong Kong, India, Kazakhstan, dan Republik Kirgis.
Kemudian ada pula Malaysia, Moldova, Montenegro, Makedonia Utara, Romania, Singapura, Afrika Selatan, Korea Selatan, Thailand, Ukraina, dan Vietnam.
Sementara itu, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto mengungkapkan bahwa hasil kebijakan AS ini tentunya akan memberi dampak terhadap fasilitas perdagangan negara berkembang.
“Dampaknya tentu fasilitas, Indonesia yang sebelumnya menjadi negara berkembang akan dikurangi, ya kita tidak khawatir itu,” kata Airlangga, dilansir dari Kompas.com, Jumat (21/02/2020).
Dengan ini, ekspor barang-barang Indonesia akan dikenakan tarif tinggi dibandingkan dengan negara berkembang lainnya.