Mataram (Inside Lombok) – Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, menutup pelayanan hingga tanggal 29 Maret 2020, untuk meminimalkan penyebaran virus corona jenis baru atau COVID-19.
Kepala Dinas Kearsipan dan Perpustakaan (Diarpus) Kota Mataram Hj Siti Miftahayatun di Mataram, Kamis mengatakan penutupan pelayanan di perpustakaan ini sesuai dengan instruksi pemerintah untuk mengurangi berbagai kegiatan berkumpul dalam jumlah banyak.
“Berkumpul dalam jumlah banyak diprediksi bisa menjadi potensi penyebaran COVID-19. Karena itu, pelayanan kami tutup sesuai dengan jadwal masuk sekolah,” katanya.
Sebenarnya, kata dia, tingkat kunjungan masyarakat ke perpustakaan saat ini sudah mulai ramai pascagempa bumi 2018, dan setelah dilakukan pembenahan serta penataan ruang baca yang rusak akibat gempa bumi.
“Dalam sehari, minimal pengunjung bisa mencapai 50 orang. Jika ada kunjungan dari sekolah, tingkat kunjungan bisa di atas 100 orang,” ujarnya.
Namun demikian, sejak COVID-19 mulai merebak dan menyebar hingga ke daerah, serta adanya kebijakan meliburkan siswa selama 14 hari serta kebijakan-kebijakan lain untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona, tingkat kunjungan mulai menurun dan sepi.
“Karena itulah, pelayanan di perpustakaan untuk sementara kami tutup,” katanya.
Selain menutup pelayanan di perpustakaan, pihaknya juga menutup pelayanan pada tiga taman baca yang berada di Taman Sangkareang, Taman Udayana dan Pantai Ampenan.
Miftahayatun mengatakan, meskipun pelayanan di perpustakaan ditutup namun aktivitas aparatur sipil negara (ASN), baik di bidang perpustakaan maupun di kearsipan tetap berjalan.
Kesempatan ini, lanjutnya, dimanfaatkan pegawai untuk mengatur koleksi buku-buku, dan memindah buku dari rak kayu yang sudah rusak akibat gempa bumi ke rak buku besi.
“Untuk kebijakan ASN dan pejabat fungsional bekerja di rumah, belum bisa kami laksanakan karena buku dan arsip yang akan dikerjakan ada di kantor. Tapi kalau ada yang sakit dan baru pulang dari luar daerah kita minta sebaiknya istriharahat di rumah,” katanya.
Sementara menyinggung tentang penyediaan alat pembersih tangan, Miftahayatun mengatakan, alat pembersih tangan itu selalu disediakan setiap hari, bahkan sebelum kasus corona merebak.
“Hand sanitizer sudah menjadi SOP yang kami terapkan, tujuannya untuk menjaga agar bakteri setelah dan sebelum pengunjung memegang buku bisa dihilangkan,” katanya.
Sementara upaya untuk penyemprotan cairan disinfektan, menurutnya, kemungkinan tidak dapat dilakukan, mengingat yang digunakan untuk menyemprot adalah cairan sehingga dikhawatirkan akan merusak koleksi buku di perpustakaan. (Ant)