Mataram (Inside Lombok) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nusa Tenggara Barat (NTB) mencatat sebanyak 21.192 nasabah industri jasa keuangan yang terdampak pandemi COVID-19 sudah mendapatkan keringanan kredit berupa penundaan pembayaran angsuran dan penurunan suku bunga pinjaman.
“Itu data yang dilaporkan industri jasa keuangan hingga 6 Mei 2020. Jumlahnya bisa terus bertambah karena perbankan dan perusahaan pembiayaan masih memproses permohonan restrukturisasi dari nasabah,” kata Kepala OJK NTB, Farid Faletehan, di Mataram, Senin.
Ia menyebutkan total kredit perbankan yang sudah direstrukturisasi sebesar Rp954,77 miliar. Angka tersebut merupakan bagian dari nilai kredit yang berpotensi terdampak wabah COVID-19 sebesar Rp4,9 triliun dari sebanyak 168.607 ribu nasabah lembaga jasa keuangan yang beroperasi di NTB.
Sebanyak 21.192 nasabah perbankan yang sudah memperoleh restrukturisasi terdiri atas bank umum dan bank umum syariah sebanyak 7.178 nomor akun (NOA) dengan nilai kredit sebesar Rp567,09 miliar. Selain itu, nasabah bank perkreditan rakyat (BPR) dan BPR Syariah senilai Rp92,50 miliar dengan jumlah nasabah sebanyak 1.473 NOA.
Sementara nasabah dari perusahaan pembiayaan yang sudah mendapat keringanan sebanyak 12.436 orang dengan nilai kredit sebesar Rp292,26 miliar dan nasabah Pegadaian sebanyak 105 orang dengan nilai kredit sebesar Rp2,89 miliar.
“Dari laporan yang kami terima sementara, jumlah nasabah yang paling banyak mendapatkan keringanan dari perusahaan pembiayaan,” ujar Farid.
Farid menjelaskan kebijakan restrukturisasi pinjaman para nasabah industri jasa keuangan yang dikeluarkan oleh OJK bertujuan untuk memberi napas bagi sektor riil dan informal untuk dapat bertahan pada masa pandemi COVID-19.
Jangka waktu penundaan dan/atau keringanan pembayaran angsuran melalui program restrukturisasi bagi debitur terdampak COVID-19 maksimal satu tahun tanpa dibatasi plafon kredit tertentu atau jenis debitur non-usaha mikro, kecil, menengah dan UMKM.
“Restrukturisasi diberikan kepada debitur UMKM, pekerja informal, berpenghasilan harian, dan yang usahanya terdampak COVID-19 serta mengalami kesulitan pembayaran cicilan, seperti ojek daring, nelayan dan usaha kecil lainnya,” kata Farid. (Ant)