Mataram (Inside Lombok) – Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) Nusa Tenggara Barat mengusulkan anggaran melalui APBD perubahan Tahun Anggaran 2020 untuk pengawasan dan pembebasan kolera babi (hog colera) agar mendapatkan sertifikat bebas penyakit tersebut dari Kementerian Pertanian.
“Kami sudah mengajukan lewat APBD perubahan untuk pembinaan dan pengawasan penyakit babi agar NTB dinyatakan bebas penyakit babi berbahaya bagi manusia,” kata Kepala Disnakeswan NTB Hj Budi Septiani, melalui Kepala Bidang Kesehatan Hewan Bima Priyatmaka di Mataram, Kamis.
NTB, kata dia, berkepentingan untuk mendapatkan sertifikat bebas penyakit babi karena banyak masyarakat nonmuslim yang memelihara hewan tersebut secara tradisional. Tentunya, populasinya terus berkembang, sehingga perlu dikirim ke luar daerah.
Bima menambahkan, salah satu syarat untuk bisa mengirim ke luar daerah adalah NTB harus bebas dari penyakit babi, baik hog colera, maupun flu babi Afrika, yang mewabah di beberapa provinsi di Indonesia pada 2019.
Salah satu penyakit babi tersebut sudah pernah melanda Nusa Tenggara Timur, dan Bali. Sementara NTB yang berada di tengah-tengah di antara dua provinsi tersebut tidak terkena kedua jenis penyakit yang disebabkan oleh virus itu.
“Karena bebas penyakit, babi yang dipelihara ternak di NTB cukup diminati oleh provinsi lain. Papua dan NTT sering mengambil. Tapi sekarang masih disetop karena pandemi COVID-19,” ujarnya.
Meskipun ada peluang pasar babi, kata dia, NTB hanya fokus pada upaya peningkatan populasi sapi dan ternak unggas, serta produksi telur, sehingga tidak lagi mendatangkan dari luar.
Hanya karena fakta bahwa banyak peternak babi tradisional, maka Disnakeswan NTB tetap memberi perhatian terhadap upaya pencegahan penyakit babi. Sebab, penyakit tersebut sangat membahayakan nyawa manusia yang tertular.
Bima menambahkan upaya pencegahan dilakukan dengan cara melarang peternak mendatangkan bibit babi dari luar daerah.
Pencegahan secara terpadu juga sudah dilakukan bersama dengan PT Angkasa Pura, Balai Karantina Pertanian Kelas I Mataram, dan Dinas Perhubungan. Seluruh lembaga itu diminta untuk bersinergi melakukan pengawasan terhadap makanan mengandung babi yang dibawa penumpang pesawat.
“Kami pernah rapat di kantor Angkasa Pura Bandara Internasional Zainuddin Abdul Madjid, supaya makanan sisa penumpang pesawat yang mengandung babi tidak sampai keluar dari bandara,” ucapnya pula.
Disnakeswan NTB juga sudah meminta seluruh Dinas Peternakan Kabupaten/kota untuk mendata seluruh peternak babi di desa. Data tersebut nantinya menjadi acuan untuk pengambilan sampel yang akan diperiksa di Balai Besar Veteriner Denpasar, Bali.
Data berdasarkan nama dan alamat peternak tersebut juga akan menjadi bahan acuan untuk melakukan pelacakan jika nantinya ditemukan kasus penyakit babi berbahaya. (Ant)