Lombok Tengah (Inside Lombok)- Sejumlah Kepala Desa (Kades) di Kabupaten Lombok Tengah dilaporkan warganya ke Aparat Penegak Hukum (APH) terkait dugaan korupsi bantuan langsung tunai (BLT) Dana Desa (DD).
Laporan warga tersebut karena kepala desa diduga memotong BLT DD dari yang seharusnya diterima Keluarga Penerima Manfaat (KPM) sebesar Rp 600 ribu per kepala keluarga.
Hasil pemotongan itu dibagi rata kepada warga lain yang tidak mendapatkan bantuan sosial dampak Covid-19. Ada juga kepala desa yang diduga menggelapkan BLT DD dari selisih bantuan yang dipotong.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Lombok Tengah, Jalaludin belum lama ini mengatakan, pihaknya sudah berupaya maksimal mendampingi desa di dalam penyaluran BLT DD agar tidak terjadi persoalan hukum ke depan.
“Aturan kami sudah turunkan. Permendes juga sudah disosialisasikan”,katanya.
Kalau kemudian terjadi dugaan penyimpangan di lapangan, pihaknya menyerahkan hal ini kepada APH untuk menguji laporan warga demi mengetahui sejauh mana penyimpangan yang dilakukan oleh pihak desa.
“Kami dalam hal ini tidak bisa ikut campur Karena itu sudah masuk ranah APH”,ujarnya.
Sejak awal Dinas PMD sudah menekankan kepada pihak desa bahwa bagi rata BLT DD tidak boleh dilakukan oleh pihak desa.
Bahkan, pihak dari kejaksaan juga dihadirkan saat pertemuan dengan semua kepala desa untuk memberikan pemahaman mengenai aturan penyaluran BLT DD tersebut.
“Pendamping desa juga bergerak dan tidak boleh untuk bagi rata. Upaya itu sudah kami lakukan maksimal. Tapi kalau terjadi masalah di bawah itu lain soal”, imbuhnya.
Dikatakan, pihaknya tidak bisa mengintervensi persoalan hukum yang terjadi atas aparat desa terkait dugaan penyimpangan BLT DD ini.
Meski diakui bahwa kepala desa juga mengalami dilema atas penyaluran BLT DD ini. Karena di satu sisi, kepala desa didemo oleh warga menuntut agar semua warga di desa setempat juga mendapatkan bantuan sosial.
Di satu sisi, aturan tidak memperbolehkan untuk membagi rata bantuan sosial Covid-19 tersebut.
“Memang beban kepala desa ini juga besar.
Tapi kami tidak ikut campur kalau sudah masuk ranah APH”,ujarnya.
Terlepas dari itu, dia kembali menghimbau kepada kepala desa untuk tidak lagi membagi rata BLT DD pada periode perpanjangan penyaluran BLT DD nanti. Jangan sampai ada penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang oleh pihak desa.
Untuk mengatasi konflik di tengah masyarakat, kepala desa diharapkan bisa memberikan pemahaman bahwa BLT DD tidak bisa dibagi rata. Dan ada konsekwensi hukum yang akan diterima aparat desa kalau itu tetap dilakukan.
“Penerima BLT DD diputuskan melalui musyawarah dusun dan naik menjadi musyawarah desa. Itulah keputusan akhir untuk jadi keputusan desa untuk mengeksekusi BLT DD”,demikian Jalaludin.