Lombok Barat (Inside Lombok) – Adanya aktivitas galian C yang dinilai ilegal karena beroperasi tanpa izin, salah satunya berada di wilayah Suranadi, Lombok Barat.
Aktivitas galian tersebut dinilai menyalahi aturan, dan keberadaannya pun justru merugikan para penambang yang legal dan berizin.
Pelaksana Tugas camat Narmada, M. Busyairi menyebut, aktivitas itu menyalahi surat edaran yang diterbitkan Gubernur. Mengenai pelarangan sementara untuk izin baru galian C selama 6 bulan, yang dimulai dari bulan Agustus lalu.
Tambang di lokasi tersebut diakui Busyairi bahwa perizinannya bahkan sejak 3 bulan yang lalu sudah mati. Sehingga dinilai menyalahi SE Gubernur tersebut.
“Pemilik galian itu sebelumnya sudah memproses perizinan dan sudah mendapat rekomendasi dari kecamatan. Tapi larangan gubernur itu keluar ketika perizinan itu masih berproses di kabupaten jadi sempat ngambang” bebernya, saat dimintai keterangan melalui sambungan telefon, Rabu (07/10/2020) kemarin.
Busyairi menyebut bahwa, pihak desa dengan OPD terkait sudah memberi sosialisasi mengenai surat edaran tersebut, tapi masih ada yang tidak mengindahkannya.
Sehingga dirinya pun memberi penekanan, apabila tambang tersebut masih beroperasi, agar dapat diberhentikan dulu untuk sementara waktu.
Karena keberadaan tambang ilegal ini pun dinilai berpengaruh terhadap aktivitas tambang yang justru legal dan berizin.
Hal ini pun dikeluhkan oleh seorang pengusaha tambang pasir, Bahrul Mujahidin, dirinya menyebut bahwa keberadaan tambang pasir ilegal ini sangat merugikan penambang yang legal dan menyebabkan mereka sepi pembeli. Pasalnya banyak pembeli pasir untuk keperluan proyek justru disedot oleh tambang ilegal tersebut.
“Kita penambang legal yang memiliki izin ini kan bayar pajak, sementara mereka (penambang ilegal) tidak membayar pajak” ucapnya geram, saat ditemui Rabu (07/10/2020).
Bahrul pun menyebut, bahwa tambang ilegal yang berlokasi di Suranadi yang bahkan izinnya sudah mati sejak 3 bulan yang lalu itu pun tetap beroperasi. Oleh karena itu, dirinya pun mendesak supaya pemerintah daerah segera mengambil langkah tegas untuk menutup tambang yang beroperasi tanpa izin.
“Gara-gara ini, pendapatan kami yang berizin pun jadi menurun sangat drastis. Dan ini tidak saja mempengaruhi penambang yang ada di sekitar Lombok Barat, tapi yang di Pemepek (perbatasan Lobar-Loteng) juga ikut terdampak” bebernya.
Dirinya mengkhawatirkan apabila ini tidak segera ditindak, maka penambang yang berizin justru bisa bangkrut alis gulung tikar. Karena Bahrul menyebut bahwa, penambang legal terancam pemasukannya anjlok, tetapi harus tetap mengeluarkan biaya untuk sewa alat.
“Karena tambang ilegal itu sudah mengeluarkan biaya mahal untuk memperoleh izin, sementara yang ilegal itu tentu tidak mengeluarkan biaya pajak” ketus Bahrul.