Lombok Barat (Inside Lombok) – Konflik batas wilayah Lombok Barat dengan Lombok Tengah kembali mencuat. Ini terjadi setelah beredarnya pemberitaan mengenai kegiatan Bupati Lombok Barat yang meninjau lokasi yang rencananya akan dibangunnya hotel Samara Hill di lahan seluas 30 hektare di kawasan Nambung, Desa Buwun Mas, Sekotong, pada (20/10/2020) lalu.
Bupati Lombok Barat menyebut bahwa batas wilayah tersebut telah jelas tertuang dalam Permendagri no. 93 tahun 2017 lalu. Di sana, kata Bupati Lombok Barat, H. Fauzan Khalid, tapal batas kedua wilayah tersebut telah disebutkan dengan sangat rinci koordinat-koordinatnya.
Sehingga hal tersebut, bagi Pemerintah Lombok Barat, lanjutnya, sudah jelas dan tidak lagi ada yang perlu dipermasalahkan. Karena dalam Permendagri itu memuat kejelasan mengenai batas wilayah dua kabupaten tersebut telah sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.
“Apalagi kan komentar pak Bupati Lombok Tengah, kita taat hukum, taat asas. Masalah ini kan hukumnya sudah ada, jelas. Saya sejak awal itu curiga, jangan-jangan pak Bupati Lombok Tengah ndak pernah dapat laporan dari anak buahnya” tegas Bupati Lobar, H. Fauzan Khalid, saat ditemui usai menghadiri acara serah terima jabatan Kepala kemenag Lobar, di kantor Kemenag Lobar, Selasa (27/10/2020).
Dirinya menurutkan, terkait agenda peninjauan yang dilakukan di kawasan yang rencananya akan dibangun hotel Samara Hill tersebut. Sebelumnya pada tahun lalu, pihak pengembang yang akan melakukan pembangunan hotel Samara Hill tersebut mengajukan izin ke pemerintah Lombok Tengah untuk keseluruhan luas tanah yang akan dibangun hotel di lahan seluas 68 hektare tersebut. Di mana dalam prosesnya, kata Fauzan, Pemda Loteng telah mengeluarkan sebagian izinnya.
“Tapi kenapa tidak dikeluarkan untuk semua? Karena tanahnya itu letaknya di 2 titik. Masuk Lombok Tengah satu dan Lombok Barat satu” paparnya.
Karena hal tersebut, perizinannya masih diblok oleh pusat. Kemudian, lanjutnya, baru 4 bulan yang lalu, pihak pengembang mengurus perizinan ke Pemerintah Daerah Lombok Barat, yang memiliki sebagian juga dari tanah tersebut.
“Jadi sebenarnya, dengan berlakunya 1 peta nasional, tidak mungkin daerah tertentu bisa mengambil daerah lain” tandasnya.
Dirinya menyarankan, kalau pun ada pihak yang ingin mengklaim tanah yang sudah jelas milik Pemda Lobar, satu-satunya jalan harus melalui jalur hukum.
“Lalu ini siapa yang sebenarnya mengkalim? Siapa yang sebenarnya mencaplok?” Tanya Bupati Lobar ini.
Sementara semua terkait batas sudah jelas dalam SK Permendagri. Yang mana di sana juga ada tandatangan utusan dari Pemda Lombok Tengah.
“Kalau tidak salah dulu kepala Bapedanya waktu itu, dan kita (Lobar, red) asisten I waktu itu” ujarnya.
Di mana batas wilayah antara Lobar dan Loteng itu meliputi 5 poin. Yang pertama dimulai dari Tanjung Jagong yang ditandai dengan titik koordinat kartometrik 001 pada batas Desa Montong Ajan Praya Loteng, dengan Buwun Mas, Sekotong Lobar.
Kemudian titik koordinat kartometrik itu selanjutnya menuju arah utara menyusuri punggung bukit yang terletak pula pada batas dua desa tersebut. Ketiga terletak pada titik koordinat kartometrik 002 selanjutnya ke arah barat laut, menyusuri as (Median line) yang merupakan jalan setapak di kedua desa tersebut.
Kemudian terletak pada titik kordinat kartometrik B menuju ke arah barat laut menyusuri punggung bukit sampai pada titik koordinat Kartomrtrik C di dua desa yang sama.
Sementara untuk titik koordinat lokasi tapal batas yang ditetapkan sejak 1987. Bahwa titik koordinatnya berada pada koordinat 08° 52 13.4 LS dan 116° 06 33.6 BT, berdekatan dengan TK1 dengan titik koordinat 08° 52 22.3 LS dan 116° 06 33.7 BT. Kemudian pilar utama B dengan titik koordinat 08° 50 46.2 LS dan 116° 06 20.6 BT. Berada diantara TK2 dan TK3 menyusuri punggung gung/bukit. Dan pilar utama C dengan titik koordinat 08° 50 14.2 LS dan 116° 05 34.2 BT berdekatan dengan TK3 dengan titik koordinat 08° 50 19.3 LS. Dan 116° 05 32.7 BT menyusuri punggung gunung/bukit.
Disebutkan oleh Kepala Bagian Tata Pemerintahan Setda Lobar, H. Hamka, bahwa batas tersebut telah tertuang dalam peta yang dibuat oleh Direktorat Agraria provinsi NTB tahun 1987.
“Hal ini diperkuat dengan adanya keputusan gubernur NTB no. 267 tgl 27 Juli tahun 1992. Dan itu diperkuat lagi dengan adanya Permendagri no. 93 tahun 2017 itu” terangnya saat ditemui di kantor Bupati Lobar, Selasa (27/10/2020).