Lombok Barat (Inside Lombok) – Senggigi menjadi salah satu wilayah yang masuk dalam peta wilayah rawan banjir dan longsor di Lombok Barat. Persoalan banjir yang terjadi di Senggigi hampir setiap tahun ketika musim hujan. Hal itu dinilai lantaran belum adanya perencanaan penanganan yang baik dan terarah.
“Senggigi mejadi langganan banjir hampir setiap tahun. Seharusnya Pemda bisa menjadikan pengalaman itu untuk mengantisipasi hal serupa, ketika hujan lebat seperti kemarin,” tukas Soedarsono, salah satu pelaku usaha di kawasan Senggigi.
Ia mempertanyakan langkah antisipasi dan penanganan seharusnya bisa dilakukan oleh Pemda, mengingat peristiwa banjir tersebut terus berulang. Sehingga dirinya menyarankan supaya Pemda dapat membuat atau memaksimalkan fungsi saluran di setiap lereng gunung atau bukit yang ada dikawasan tersebut. Mengingat volume air hujan yang semakin tinggi akibat fenomena La Nina yang sedang terjadi saat ini.
Memberi tanggapan senada, ketua APH (Asosiasi Pengusaha Hiburan) Lombok Barat, Suhermanto, berharap supaya Pemda harus mempersiapkan langkah serius dalam untuk mengantisipasi volume air akibat intensitas hujan yang kian tinggi.
“Pemda harus serius untuk melalukan antisipasi, mulai dari membersihkan semua saluran air. Supaya saat hujan deras saluran itu tidak tersumbat” sarannya.
Suhermanto juga menyarankan pihak terkait untuk dapat mengantisipasi dampak yang bisa diakibatkan angin kencang, seperti jatuhnya ranting pohon atau angin tumbang yang bisa saja membahayakan para pengemudi di kawasan tersebut.
“Ranting-ranting pohon yang sudah lapuk supaya bisa dipotong, itu agar tidak membahayakan pengguna jalan” tandasnya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas (Kadis) PUPR Lobar, mengakui bahwa banjir yang kerap kali terjadi di kawasan Senggigi merupakan persoalan klasik.
“Penanganan banjir di Senggigi ini kan sebenarnya sudah ada dalam desain perencanaan penataan kawasan Senggigi yang sudah dimulai tahun ini” ungkap Kadis PUPR Lobar, Made Arthadana, saat dikonfirmasi pada Rabu (11/11/2020).
Namun, berbagai upaya terkait penanganan tersebut tidak dapat terealisasi maksimal. Karena terbentur pandemi covid-19 ini. Jika saja tidak terbentur pandemi, lanjutnya, penanganan terkait persoalan banjir di kawasan tersebut setidaknya dapat menjadi solusi untuk meminimalisir berbagai potensi yang bsia saja terjadi.
“Penanganan persoalan banjir ini, masuk dalam perencanaan penataan kawasan Senggigi dengan total Rp 48 miliar dari DAU dan dana pinjaman daerah” bebernya.
Namanun, yang saat ini berjalan hanya yang bersumber dari pinjaman daerah. Bahkan yang saat ini tersisa di pihak PUPR hanya sekitar Rp 4 sampai Rp6 miliar. Sementara DAU sendiri kini telah dipangkas.
Penanganan persoalan banjir di Senggigi ini, kata dia, perlu dimulai dari hulunya yakni dari bukit-bukit yang ada di sana. Kemudian yang tidak kalah penting juga, pemaksimalan fungsi saluran drainase di kawasan tersebut.
“Perlu juga sebenarnya dibuatkan sodetan-sodetan atau jalur tembusan air dari jalan ke pantai” ujarnya.
Sehingga tidak maksimalnya beberapa faktor tersebut, kata dia, berpengaruh juga terhadap banjir yang terus berulang. Karena ketika air deras turun dari atas bukit, tetapi saluran drainase tidak berfungsi maksimal, maka sudah barang tentu air tersebut akan meluap ke jalan.
“Untuk penanganan jangka pendek, kita bersama OPD terkait juga langsung melakukan normalisasi di titik banjir kemarin” tandas Kadis PUPR Lobar ini.