Mataram (Inside Lombok) – Dinas Sosial Kota Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat menyebutkan jumlah keluarga penerima manfaat (KPM) program keluarga harapan (PKH), yang menyatakan mundur secara mandiri bertambah 150 kepala keluarga (KK) dari data sebelumnya tercatat 358 KK.
Kepala Bidang Penanganan Kemiskinan Perlindungan dan Jaminan Sosial Dinas Sosial Kota Mataram Leni Oktavia, di Mataram, Senin, mengatakan, 150 KK KPM PKH yang mundur atau graduasi mandiri itu terjadi khusus sejak pelaksanaan pelabelan rumah KPM mulai tanggal 12 November 2020.
“Selama proses pelabelan rumah KPM PKH, sudah ada sekitar 150 KK lebih yang menyatakan diri mundur sebagai penerima PKH karena sudah bisa mandiri secara ekonomi dan tidak lagi bergantung pada bantuan dari pemerintah. Kalau 358 KK itu jumlah kumulatif yang mundur sejak tahun 2012-2020 (sebelum pelabelan) ,” katanya.
Leni memprediksi, jumlah KK yang akan mundur mandiri akan bertambah karena kegiatan pelabelan rumah KPM PKH sebanyak 17.917 KK, sampai saat ini mencapai 70 persen.
“Kegiatan pelabelan akan berakhir pada 28 November 2020. Jadi masih ada potensi KPM yang akan mundur mandiri dari kepesertaan PKH,” katanya.
Menurutnya, alasan KPM mengundurkan diri dari program PKH karena ketika akan dilakukan pelabelan terhadap rumah mereka sebagai kontrol dan pengawasan sosial, ternyata timbul rasa malu dari KPM yang sudah merasa mampu.
“KPM yang mundur tersebut menyadari dan merasa malu dengan program transparansi pelabelan rumah mereka yang bertuliskan ‘keluarga pra sejahrera penerima bansos PKH dan sembako Kemensos RI’, sementara masih banyak KK lain yang lebih berhak,” katanya.
Dikatakan, untuk memastikan mereka mundur secara mandiri, mereka harus membuat surat pernyataan sebagai dasar dilakukan perbaikan data melalui aplikasi elektronik PKH (e-PKH).
“Dengan demikian, secara otomatis mulai bulan depan mereka tidak lagi menerima bantuan PKH. Jadi, bulan depan jumlah KPM PKH yang saat ini 17.917 KK, kemungkinan berkurang sesuai dengan jumlah KPM yang mundur,” katanya.
Sementara untuk proses penggantian, kata Leni, sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah pusat melalui data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS).
“Daerah hanya memberikan rekomendasi terhadap jumlah KPM yang mundur agar dapat diganti dengan jumlah yang sesuai,” katanya. (Ant)