Lombok Tengah (Inside Lombok)- Pengadilan Negeri (PN) Praya memutuskan untuk mengeksekusi paksa 13 titik lahan enclave untuk pembangunan sirkuit MotoGP. Pasalnya, 13 pemilik lahan masih saja menolak uang ganti rugi melalui sistem konsinyasi di pengadilan.
“13 yang menolak konsinyasi kemudian sudah masuk ke dalam proses eksekusi. Kalau mereka tidak mau ambil (uang), ya kita akan ekskusi paksa,”kata Ketua PN Praya, Putu Agus Wiranata, Selasa (5/1/2021) di Praya.
Dia tidak bisa memastikan berapa luas lahan di 13 titik yang akan dieksekusi tersebut. Namun, jumlah ganti rugi yang dititip di pengadilan sekitar Rp28-30 miliar.
Diterangkan, ke 13 orang pemilik lahan masih bertahan dengan harga lahan yang diinginkan, yakni Rp150 juta per are. Sementara harga hasil appraisal rata-rata sebesar Rp90 juta per are.
“Kemarin tanggal 29 Desember pengadilan sudah menetapkan ekskusi pengosongan,”katanya.
Pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan Polres Lombok Tengah terkait dengan pengawalan eksekusi lahan. Dia berharap ekskusi bisa dilakukan secepatnya untuk mempermudah proses pembangunan sirkuit MotoGP.
“Kita mau secepatnya. Tapi itu tergantung Kapolres mungkin masih ada proses negosiasi dengan warga. Karena Polres yang lebih tahu waktu yang tepat sehubungan dengan keamanan,”ujarnya.
13 titik lahan ini berada di satu lokasi di dalam areal pembangunan sirkuit MotoGP. Sebelumnya, ada 15 titik yang pembayaran ganti ruginya dititip oleh PT Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) di PN Praya. Namun, dua orang sudah menerima dan mengambil uang ganti ruginya.
Dia juga mengatakan, tidak ada upaya hukum yang bisa ditempuh oleh pemilik lahan dalam proses eksekusi ini. Kecuali ada perbuatan melanggar hukum saat proses konsinyasi, maka pihaknya menganjurkan pemilik lahan untuk mengajukan gugatan.
“Tapi untuk proses eksekusi ini akan tetap berlanjut,”tutupnya.