Lombok Barat (Inside Lombok) – DPRD Lobar kritik Pemda karena dinilai kurang perhatian terhadap nasib para guru honorer dan tenaga kontrak. Yang bahkan gajinya pun masih jauh dibawah UMP (Upah Minimum Provinsi) dan UMK (Upah Minimum Kabupaten) dan diakui Bupati bahwa itu memang belum layak.
Di mana guru honorer per bulannya digaji Rp 400 ribu dan tenaga kontrak Rp 750 ribu. Sementara itu, para pejabat dan ASN bisa memperoleh Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) perbulannya bisa mencapai angka Rp 10 juta hingga Rp 19 juta.
Oleh kerena itu, Ketua DPRD Lobar, Hj. Nurhidayah menyebut seharusnya sesuai peraturan, hal itu dapat diusulkan sesuai dengan kondisi keuangan daerah. Apalagi, kata dia, penerapan TPP ini baru. Terlebih, diakuinya hingga saat ini belum ada standar baku yang diberlakukan oleh TAPD dalam penentuan TPP ini.
“Makanya diawal pembahasan saya minta kepada TAPD untuk menjelaskan soal standar pemberian TPP ini. Apakah sesuai kompetensi, disiplin, atau sesuai kinerja dan beban kerja” tanyanya.
“Tapi ini masih sebatas asumsi, nanti kita lihat lagi di APBD perubahan dari sekian banyak anggaran yang disiapkan itu, berapa persen yang terserap untuk TPP ini” imbuhnya.
Sehingga jika memang ada sisa berlebih, lanjut dia, itu seharusnya bisa dialihkan untuk hal yang lainnya. Dia juga mengaku pihaknya belum mendapatkan kajian mengenai beban kerja dalam penentuan TPP tersebut. Terlebih jika itu dibandingkan dengan gaji para guru honorer dan tenaga kontrak.
“Jika dibandingkan dengan provinsi dan kota Mataram, gaji honorer kita jauh lebih rendah. Ternyata kan gaji honor dan kontrak kita masih jauh dibawah UMP dan UMK, ini seharusnya diperhatikan juga oleh Pemda” tukasnya.
Apalagi jika melihat kondisi kemiskinan di Lobar yang saat ini diakuinya masih tinggi. Menurutnya gaji guru honorer harus benar-benar jadi perhatian, terlebih sering kali gaji Rp 400 ribu itu tidak mereka terima setiap bulannya dan kadang diterima tiga bulan sekali. Sedangkan beban kerja mereka tidak kalah beratnya untuk mencerdaskan generasi bangsa.