Lombok Timur (Inside Lombok) – Tindakan kekerasan dilakukan oknum anggota Satpol PP Lotim berinisial S terhadap Jurnalis Inside Lombok pada Kamis (29/04/2021) di Kantor Bupati Lotim. Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasatpol PP) Lotim, Sudirman akan memberikan sanksi kepada oknum tersebut.
“Ini merupakan pelanggaran, tidak boleh ada anggota yang arogansi seperti itu,” ucapnya kepada awak media di ruangannya saat mediasi, Kamis (29/04/2020).
Dikatakan Sudirman, pendidikan yang diberikan kepada para anggotanya tidak pernah seperti itu. Melainkan bagaimana melayani masyarakat dengan cara humanis.
“Itu jelas-jelas tidak ada dalam protap kita,” katanya.
Pihak Satpol PP akan memberikan pembinaan dan sanksi kepada anggotanya yang telah bersikap arogan dengan melakukan kekerasan terhadap jurnalis. Pihaknya mengaku bahwa dalam menghadapi masalah di tengah masyarakat harus diselesaikan dengan cara humanis.
“Kita akan bina anggota itu dan kita akan berikan sanksi, kita juga akan pindahkan tempat tugasnya (mutasi, red),” jelasnya.
Sementara itu, saat dilakukan mediasi, S mengaku bahwa itu merupakan reaksinya saat bertugas. “Itu bentuk reaksi saya sebagai aparat,” ujarnya.
Atas kejadian itu, Sudirman menyampaikan permohonan maaf atas tindakan yang dilakukan oleh anggotanya. Ia juga menyayangkan tindakan kekerasan itu terjadi di areal Kantor Bupati Lotim.
“Saya atas nama lembaga memohon maaf atas apa yang terjadi kepada teman-teman wartawan. Kita akan lakukan pembinaan kepada semua anggota, apalagi kantor bupati itu ibarat Mabes bagi kita. Dari itu tidak boleh ada tempramen aparat,” ujar Sudirman.
Diketahui bahwa pada Peraturan Daerah (Perda) NTB Nomor 7 Tahun 2020 tentang pencegahan penyebaran penyakit menular tidak mengatur tentang sanksi berupa kekerasan terhadap pelanggar. Dalam Perda itu, warga yang tidak memakai masker dikenakan sanksi denda sebesar Rp100.000.
Sementara, bagi warga yang tidak memiliki uang untuk membayar denda, akan dikenakan sanksi sosial membersihkan fasilitas umum dengan memakai rompi yang bertuliskan ‘Pelanggar Perda’.