Lombok Tengah (Inside Lombok) –
Pengadilan Negeri (PN) Praya telah menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara bagi HR (46), Kamis (4/11/2021) lalu. Ia didakwa atas kasus pemerkosa anak kandungnya sendiri, NS (17) hingga hamil.
Dalam persidangan terungkap, warga desa Panutan, Kecamatan Batukliang tersebut melakukan aksinya hingga 10 kali dan menyebabkan korban hamil enam bulan. Aksi bejatnya ini leluasa dilakukan karena korban takut terhadap ancaman akan dibunuh kalau melapor kepada orang lain.
Vonis majelis Hakim yang diketuai oleh Pipit Christa Anggraeni, ini lebih tinggi di atas tuntutan Jaksa Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Tengah yang menuntut terdakwa 13 tahun penjara.
Jaksa Penuntut Umum Kejari Lombok Tengah, Wahyudiono, Selasa (9/11/2021) menerangkan pihaknya menerima putusan majelis hakim tersebut.
“Tidak ada (bukti) yang meringankan (hukuman) sama sekali dia. Karena ini yang diperkosa anak kandungnya sampai hamil,” ujarnya. Terdakwa dijerat dengan Pasal 81 ayat 3 juncto pasal 1 ke 3 ayat 1 UU 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Adapun kejadian pemerkosaan ini terjadi mulai bulan Juni 2019 hingga akhir Desember 2020. Di mana, berawal pada bulan Juni 2019 sekitar pukul 09.00 Wita, terdakwa mengajak anaknya mengunjungi salah satu keluarganya.
Pada saat itu, korban awalnya menolak. Namun karena dimarahi dan dipaksa oleh terdakwa, korban akhirnya menurut.
“Terdakwa membonceng korban hingga suatu saat melewati sebuah homestay Pondok Jepun di Suranadi, Lombok Barat. Semula korban kaget. Tetapi terdakwa mengajak mampir membuat korban tidak mau turun dari sepeda motor. Selanjutnya terdakwa marah dan menarik tangan korban dan memasukkan korban ke kamar homestay dan menguncinya,” jelas Wahyu.
Sampai di dalam homestay, terdakwa memukul kepala korban karena menolak saat akan diperkosa. Terdakwa akhirnya membenturkan kepala korban ke tembok sampai korban kesakitan dan ketakutan. Hingga akhirnya perbuatan biadab itu dilakukan terdakwa.
Terdakwa beberapa kali membawa korban ke homestay dengan cara memaksa dan mengancam. Selain di homestay, pemerkosaan dilakukan di rumah seorang keluarga dan di rumah terdakwa saat ibu korban sedang tidak ada di tempat.
“Untuk melancarkan aksi bejatnya itu, terdakwa membayar sewa homestay sebesar Rp60 ribu,” ujarnya. Terakhir, korban diperkosa saat dijemput pulang dari pondok pesantren tempat korban bersekolah dalam kondisi sakit. Namun, bukannya dibawa pulang ke rumah, korban kembali dibawa ke homestay dan diperkosa.
Kejadian ini terungkap karena perut korban yang membesar dan diketahui oleh salah satu keluarga. Korban saat itu akhirnya dibawa ke puskesmas setempat dan dinyatakan telah hamil enam bulan.
Akan tetapi, oleh sang ayah, korban dicekoki minuman keras yang menyebabkan korban keguguran. Ibu korban yang mengetahui anaknya dihamili oleh suaminya sendiri akhirnya melapor ke polisi. (irs)