Lombok Barat (Inside Lombok) – Penataan Kawasan Batulayar yang menjadi daerah penyumbang PAD terbesar di Lobar dirasakan masing timpang. Terlebih perhatian pemda dinilai masih minim untuk kawasan tersebut.
Kondisi itu mengemuka dalam diskusi antara kelompok pemuda Kecamatan Batulayar dengan perwakilan dari Pemda dan DPRD Lobar, Rabu (29/12) lalu. Fokus utama diskusi membahas berbagai persoalan menyangkut pembangunan di 2021 yang masih menyisakan pekerjaan rumah. Seluruh persoalan tersebut diharapkan mulai dibenahi pada 2022 mendatang.
“Tujuan kita sebenarnya untuk bersinergi dengan Pemda dan kecamatan, untuk bisa mengurangi potensi masalah yang ada di kecamatan Batulayar. Terutama yang berkaitan dengan ekonomi, kemudian juga infrastruktur,” ungkap Zulfan Hadi selaku perwakilan peserta diskusi di Kantor Camat Batulayar.
Sejauh ini, kata dia, Kecamatan Batulayar masih menjadi penyumbang PAD terbesar untuk Lobar. Sementara imbal balik Pemda terhadap kecamatan Batulayar dinilai masih minim.
Mereka berharap agar kontribusi Batulayar terhadap pemenuhan PAD dapat dibalas dengan perhatian yang lebih besar. Minimal, Kecamatan Batulayar, dapat diakomodir dalam penyusunan anggaran dari PAD tersebut.
“Mungkin kalau tidak bisa 30-40 persen, paling tidak 20 persen dari APBD itu diberikan kepada Kecamatan Batulayar,” harapnya.
Ia juga menyentil soal revitalisasi kawasan Senggigi yang bahkan dilakukan Pemda dengan uang pinjaman di Bank NTB. Namun, saat hasilnya belum sempat dimanfaatkan jangka panjang oleh masyarakat fasilitas tersebut justru sudah ambles. Sehingga dinilai gagal menjadi ikon pariwisata Senggigi.
“Yang bukannya menambah kesan positif terhadap Senggigi, ini malah menambah kesan negatif. Ada longsor, lampu jalan gelap dan hilang. Yang bahkan sampai saat ini tidak menyala,” ketusnya.
Kendati demikian, mereka mengaku turut bahagia melihat upaya Pemda memoles Senggigi untuk menjadi lebih indah. Namun, penanganannya dinilai belum maksimal.
“Kalau dari segi infrastruktur, kita hampir mau merasakan (kemajuan). Tetapi dengan kondisi ‘longsor’ dan lain sebagainya. Itu justru membuat kita pesimis,” keluhnya.
Sehingga mereka berharap persoalan semacam itu dapat dijadikan bahan evaluasi. Untuk bisa segera merehab kembali proyek revitalisasi Senggigi yang longsor tersebut.
Selain itu, Pemda juga dituntut bisa memberikan perhatian terhadap para PKL yang berjualan di kawasan wisata itu. Lantaran saat ini para pedagang mengaku sudah mulai dilarang berjualan karena dianggap merusak pemandangan.
“Harapan kami, ketika nanti revitalisasi ini dianggarkan kembali, maka Pemda harus menyiapkan lokasi berjualan yang strategis bagi mereka,” pesan Zulfan.
Terakhir, dalam diskusi tersebut dibicarakan juga pemanfaatan Pasar Seni Senggigi sebagai sentra oleh-oleh bagi pelaku UMKM. Terutama untuk menjajakan produk UMKM lokal di sana.
Menanggapi hal itu, Sekda Lobar, H. Baehaqi mengakui secara proporsional Kecamatan Batulayar menjadi sumber penyumbang PAD bagi Lombok Barat. Namun, perhatian yang diberikan Pemda terbatas pada pembangunan infrastruktur untuk wilayah kecamatan.
“Porsi anggarannya masih dalam bentuk infrastruktur dasar dan infrastruktur umum,” jelas Baehaqi.
Terkait tingginya protes mengenai PJU di kawasan itu yang masih gelap gulita dan dinilai kurang mendukung destinasi wisata, Baehaqi menekankan persoalan itu telah menjadi atensi serius Pemda Lobar. Terlebih pihaknya akan menangani persoalan itu dengan sistem KPBU PJU.
Dengan begitu, Pemda berharap bisa lebih mengefisienkan biaya yang kemudian bisa dimanfaatkan untuk pembangunan dan pengembangan sektor lainnya. Terlebih Lobar saat ini baru saja menerimah hibah sekitar 1.500 titik PJUTS dari pemerintah pusat. Pemasangan PJU itu nantinya akan dipasang secara bertahap, di kawasan yang minim penerangan. (yud)