Mataram (Inside Lombok) – Lonjakan kasus Covid-19 di Provinsi NTB cukup tinggi. Berdasarkan data per 16 Februari 2022, jumlah tambahan konfirmasi positif harian mencapai 525 kasus. Dari ratusan pasien Covid-19 di Provinsi NTB itu, 87 persen memilih melakukan isolasi mandiri (isoman).
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTB, dr. H. Lalu Hamzi Fikri mengatakan banyaknya pasien Covid-19 yang melakukan isoman karena gejala yang dirasakan tidak terlalu parah. Sisanya sekitar 13 persen mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit.
“Saya sudah minta dari data yang saya sampaikan tadi sekitar 87 persen pasien kita isoman. 13 persen dirawat di rumah sakit karena komorbid, kemudian terbesar lansia dan belum vaksin,” katanya.
Sementara untuk angka kematian pasien Covid-19 di Provinsi NTB bisa ditekan. Hal ini karena jumlah tempat tidur yang disiapkan mencapai 1.500 unit. Penyiapan tempat tidur ini sebagai bentuk kesiapan pemda dalam menghadapi lonjakan kasus yang terjadi.
“Peningkatan kasus ini akan tetap terjadi, tapi bagaimana kesiapan kita. Kesiapan tempat tidur yang sekarang 1.500, bisa kita naikkan lebih dari 2.000. dr. Jack (Dirut RSUD NTB, Red) tadi sampaikan bisa menyiapkan 4.000. Ini akan mempengaruhi level kita terkait BOR kita,” katanya.
Selain itu, petugas kesehatan diminta memilih pasien Covid-19 yang akan dirawat di rumah sakit. Karena jika tidak memiliki gejala maka akan melakukan isoman. Meski lonjakan kasus Covid-19 sangat tinggi, tidak ada pasien yang mendapatkan perawatan di ruang ICU.
“Kemudian rumah sakit juga sudah kita minta memilah benar pasien yang dirawat di rumah sakit. Jadi rata-rata yang kondisi komorbid dan ibu hamil melahirkan dalam kondisi Covid-19 harus dirawat juga kan di situ. Tidak mungkin melahirkan dalam kondisi covid di puskesmas. Fasilitasnya tidak lengkap di situ,” terangnya.
Diterangkan Fikri, pasien yang sudah mendapatkan vaksin Covid-19 baik dosis pertama maupun kedua rata-rata hanya menderita gejala ringan. Pasalnya, virus Covid-19 varian Omicron yang terjadi saat ini lebih banyak menyerang saluran napas bagian atas.
“Masa rawatnya lebih pendek. Kecuali kalau punya komorbid,” katanya. Untuk mengantisipasi gejala yang dirasakan tambah parah, masyarakat yang memiliki komorbid diminta untuk lebih sering memeriksakan kondisi kesehatan. “Makanya kenapa yang komorbid ini kita imbau benar untuk diprioritaskan untuk lansia. Yang komorbid harus rajin kontrol. Misalnya kalau diabetes,” jelas Fikri. (azm)