Lombok Timur (Inside Lombok) – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Lombok Timur soroti pembuatan soal yang dikerjakan pihak UPT Dikbud dan pengawas. Langkah itu dirasa tak bisa membuat para guru mandiri dalam pembuatan soal.
Ketua DPRD Lotim, Murnan menyampaikan salah satu persoalan yang perlu menjadi sorotan ialah pembuatan soal ujian di satuan pendidikan di bawah naungan Dikbud Lotim. “Sebelumnya Kadis Dikbud telah membuat surat edaran agar sekolah membuat soal secara mandiri, tapi nyatanya suplai soal masih dari UPTD bekerjasama dengan bersama pengawas dan KT3S dalam membuat soal,” ujarnya seusai Rapat Kerja bersama Dikbud Lotim dan pihak terkait di Kantor DPRD Lotim, Selasa (15/03).
Soal ujian yang dibuat UPT Dikbud bersama pengawas dan KT3S tersebut dibayar sebesar Rp9 ribu per soal. Jika dihitung dengan jumlah siswa SD yang ada di Lotim, maka terkumpul biaya pembuatan soal sekitar Rp4,6 miliar dalam setahun.
“Itu untuk pembuatan soal saja, dan itu diambil dari dana BOS,” tuturnya. Diterangkan, yang menjadi persoalan bagi DPRD Lotim yakni ketika guru tidak ada kewenangan untuk membuat soal, sehingga semuanya diakomodir oleh UPT Dikbud dan pengawas.
Padahal, dewan menginginkan para guru dilatih dan manfaatkan untuk membuat soal secara mandiri. Hal tersebut juga menurutnya untuk menjauhkan para guru dari paradigma negatif. “Jangan sampai ada paradigma bahwa guru-guru kita ini tidak bisa membuat soal, padahal guru-guru kita ini mereka yang mengajar mereka yang tau sampai mana materinya, jadi kenapa tidak mereka yang membuat soal,” terangnya.
Persolan tersebut merupakan keluhan dari para guru kepada DPRD Lotim yang tidak bisa membuat soal secara mandiri. Sementara di satu sisi Kadis Dikbud telah membuat SE agar guru membuat soal sendiri.
Kadis Dikbud Lotim, Ahmad Dewanto Hadi dalam pemaparannya menyampaikan dalam Permendikbud Tahun 2014 sudah dijelaskan bahwa guru diberikan kewenangan untuk melakukan evaluasi, mulai dari penyusunan soal dan seterusnya. “Dikbud tidak ada koordinator penyusunan soal. Anggaran kami minim, jadi tidak ada untuk menyusun soal PTS,” jelasnya.
Dikbud Lotim juga pernah mengumpulkan guru-guru yang punya kapasitas di sekolah. Namun ia melihat ada disparitas antar sekolah, sehingga tidak bisa melakukan evaluasi dengan satu standar. Terlebih semenjak pandemi, capaian pembelajaran di setiap satuan pendidikan beragam.
“Paling efektif satuan pendidikan diberikan kewenangan penuh membuat soal ujian tengah semester maupun ujian semester,” tutupnya. (den)