Lombok Barat (Inside Lombok) – Setelah tujuh tahun mendekam di balik jeruji besi hingga enam kali berpindah rutan, mantan Bupati Lombok Barat (Lobar), H. Zaini Arony pun resmi dibebaskan, Selasa (15/3) lalu. Menyikapi kebebasannya, ia mengutarakan permohonan maaf terdalam kepada seluruh masyarakat Lobar.
“Pertama, kepada masyarakat Lobar khususnya, saya minta maaf apabila selama ini banyak hutang-janji saya selaku pimpinan Lombok Barat belum bisa saya penuhi,” ungkapnya lirih, tapi tetap dengan senyum di wajahnya, saat ditemui di kediamannya di Dasan Tapen Gerung, Rabu (16/03/2022).
Kasus pemerasan terhadap investor yang kala itu mengembangkan The Meang Peninsula di Sekotong yang turut menyeret dirinya, diakui Zaini membuatnya tak dapat memenuhi janji selama ia menjabat. “Betul-betul selama tahun, saya melaksanakan hukuman saya setelah inkrah dijatuhi hukuman sejak tahun 2015. Bagi saya itu adalah suatu pembelajaran berharga,” ujarnya.
Didampingi sang istri, Hj. Nanik Zaini Arony, sosok yang dijuluki ‘Bapak Pembangunan Lombok Barat’ ini menerima dengan hangat masyarakat yang begitu antusias menyambut kepulangannya. Ia lantas mengutarakan harapannya, agar siapapun yang saat ini menjabat bisa melanjutkan pembangunan di Lobar. Terlebih di era sekarang ini, dengan tantangan yang dihadapi menjadi lebih berat.
“Kuncinya, selama kita bersama masyarakat, betapapun beratnya, kalau sudah ada dukungan masyarakat, maka kita akan menjadi baik. Itu harapan dan pengalaman saya,” tuturnya.
Dalam kesempatan itu, dia meminta agar masyarakat Lobar tidak pesimis melihat kenyataan ke depan. Tak lupa ia berpesan, supaya dalam berpikir dan bertindak. Harus didasarkan pada aturan dan jangan sampai melanggar aturan yang ada. Untuk itu, ia meminta masyarakat dan pejabat saat ini bisa menjadikan pengalaman yang dialaminya sebagai contoh, tapi bukan untuk dicontoh.
“Biar saya sebagai contoh, tapi bukan untuk dicontoh. Agar tidak melakukan, khususnya untuk ASN dan pejabat, karena komunikasi ke depan pasti semakin canggih. Jadi kita tidak lagi bisa berpura-pura. Namun saya yakin akan lebih bagus,” ujarnya.
Zaini pun menuturkan, selama menjalani hukuman tersebut, ia sudah enam kali pindah rutan. Mulai dari ditahan oleh KPK di lapas Guntur, lalu disidangkan di Kerobokan, Denpasar. Namun, saat terjadi huru-hara di Kerobokan, Zaini pun dipindahkan ke Klungkung. Sampai akhirnya ia dipindahkan ke Mataram dan merasa bisa lebih dekat dengan keluarga. Hingga terjadi gempa Lombok dan dirinya kembali harus dipindahkan ke lapas anak Teojong-Ojong, di Lombok Tengah selama kurang lebih tujuh bulan.
Hingga ia menjalani masa-masa akhir hukumannya di lapas kelas II A Mataram, yang ada di wilayah Kuripan, Lobar. Dan dibebaskan dari sana pada Selasa (15/03) sore, sekitar pukul 18.00 Wita. “Jadi ada enam tempat, bagi saya ini menjadi suatu pembelajaran berharga. Banyak pembelajaran yang kita terima secara spiritualitas,” tuturnya.
Dari sana, ia mengaku dapat belajar menjadi lebih sabar, ikhlas dan tawakal. Bahkan, Zaini juga mengaku selama kurun waktu tujuh tahun tersebut, ia sudah delapan kali khatam Al Qur’an. “Saya tidak mengatakan syukur saya dibui, tidak. Tapi dengan penahanan itu setidaknya ada hikmah yang saya dapatkan,” lirihnya.
Dengan sudah dibebaskannya ia sekarang, dirinya mengaku akan memulai hidup yang baru. Karena kata dia, berjuang untuk masyarakat tidak selamanya mesti melalui jalur politik saja. Bahkan ketika dirinya ditanya apakah akan kembali terjun ke dunia politik, Zaini menegaskan belum berpikir ke arah sana.
“Bisa saja saya membuka lembaga pendidikan, kita berjuang meningkatkan kualitas masyarakat. Atau bisa juga melalui grup-grup diskusi yang lebih besar untuk menyumbang pemikiran,” tutupnya. (yud)