Lombok Tengah (Inside Lombok) – Event MotoGP yang berlangsung di Mandalika 18-20 Maret lalu diproyeksikan menggerakkan ekonomi daerah, termasuk bagi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Terlebih dengan jumlah penonton gelaran balap motor paling bergengsi tersebut yang mencapai puluhan ribu orang.
Banyak pelaku usaha kemudian berjualan langsung di stan-stan yang disiapkan pengelola MotoGP. Baik stan berbayar, maupun yang disediakan gratis oleh pemerintah daerah dan stakeholder terkait.
Sayangnya, tidak semua UMKM yang hadir berjualan langsung di event tersebut merasakan buah manis dari gelaran MotoGP. Khususnya pada hari pertama dan kedua, 18-19 Maret lalu, di mana jumlah penonton terbilang cukup sepi dibanding saat sesi balap utama pada Minggu (20/3) kemarin. Terlebih ada aturan-aturan dari pengelola yang dinilai memberatkan pelaku usaha selama event berlangsung.
Para pelaku UMKM yang terlibat saat event internasional MotoGP pun sempat melayangkan protes, lantaran bukannya mendapatkan untung mereka justru mengalami kerugian. Salah satunya disuarakan pemilik UMKM kuliner Soto dan Pecel Lontong, Nadia yang berjualan di area dalam Sirkuit Mandalika. Pada hari pertama penonton kurang dari 50 orang, kemudian di hari kedua ada sekitar ratusan orang.
Sepinya penonton di hari pertama dan kedua membuat dagangan mereka tidak laku. Di hari ketiga pun, saat penonton ramai datang hanya ada beberapa penonton yang datang ke stan miliknya, yang berada di area zona silver. Untuk di hari kedua sendiri omzet usahanya mencapai Rp7 juta, tapi jumlah ini diakui tidak dapat menutup biaya pembayaran stan, pekerja dan lain-lain.
“Ramai di hari ketiga sampai habis kemarin, tapi tetap tidak menutup kerugian karena aturan sepihak pengelola dan kerugian hari pertama dan kedua,” ujar Nadia kepada Inside Lombok, Senin (21/3).
Minim Perhatian Pengelola Event
Kerugian yang dialami Nadia terutama datang dari ratusan stok makanan miliknya yang terbuang akibat tidak adanya aliran listrik 24 jam ke stan miliknya. Padahal sebelumnya pengelola menjanjikan ada listrik 24 jam sehingga pelaku usaha bisa memasang kulkas atau peti pendingin, tapi ternyata tidak ada. Mengingat listrik sendiri sudah pernah menjadi persoalan bagi UMKM kuliner pada event WSBK lalu. Di mana banyak produk-produk UMKM rusak dan terbuang hingga akhirnya merugi.
“Mereka tidak infokan kalau mereka tidak sanggup, sementara semua tenan menyimpan makanan di stan atau kulkas. Saya pribadi ada 297 (porsi) makanan harus dibuang,” ungkapnya.
Selain itu, ada beberapa aturan dari pengelola yang diakui membuat pelaku UMKM kesusahan. Mulai dari kebijakan arus transportasi, di mana sebagian pelaku usaha yang mengisi stan dilarang membawa kendaraan sehingga harus berjalan beberapa kilo untuk membuat barang dagangan ke stan mereka; kebersihan yang dinilai masih kurang untuk kelas event international; dan banyaknya perubahan aturan sepihak dari pengelola tanpa informasi dan komunikasi yang jelas.
“Keseluruhannya dari semua sisi tidak layak untuk event internasional. Karena kami merasa kecewa dengan cara ITDC mengelola UMKM,” tutur Nadia. Pihaknya menyayangkan minimnya perhatian pengelola terhadap pelaku usaha yang mengisi stan-stan yang ada. Padahal, stan tersebut tidak diterima secara gratis, melainkan disewa. Artinya, perlu ada fasilitas pendukung yang diberikan untuk sama-sama menguntungkan.
“Saya sewa dua stan saja sudah Rp44 juta. Kerugian makanan belasan juta, belum lagi tenat yang lainnya,” ungkap Nadia.
Pelaku UMKM lainnya, Putri mengungkapkan hal serupa. Di hari pertama dan kedua tidak ada penonton MotoGP yang datang ke stan UMKM miliknya. Pembeli baru datang di hari ketiga, saat sesi balap utama MotoGP berlangsung.
“Untuk hari terakhir ramai, tapi tidak menutupi biaya sewa booth dan kerugian bahan makanan yang terbuang dari teman-teman UMKM di hari pertama dan kedua,” ujarnya.
Padahal UMKM kuliner disediakan agar para penonton dapat membeli makanan dan minuman di stan-stan UMKM yang tersedia. Kendati banyak penonton membawa makanan dan minuman dari luar, padahal sudah ada kebijakan tidak boleh membawa.
“Kami bayar di booth bronze satu tenda Rp33 juta, dan penonton di aturan tidak boleh bawa makanan dan minuman. Pada kenyataannya saat masuk dipersilahkan membawa makanan dan minuman,” terangnya.
Stan UMKM Susah Diakses Penonton
Pelaku usaha kuliner lainnya, Erwin Efendi menilai sepinya pembeli juga disebabkan posisi stan UMKM yang jauh dari tribun penonton, sehingga sulit dijangkau. Akibatnya hanya sedikit yang datang berbelanja.
“Banyak pedagang yang mengeluh, dari hari pertama sampai sekarang hanya laku 2 persen lah,” ujarnya. Atas hal ini, sejumlah pedagang mencoba peruntungan dengan menawarkan dagangannya secara langsung dengan berkeliling di luar stan.
Kondisi itu dialami juga oleh pedagang makanan asal Lombok Timur, Sakbanul Amin yang mengaku merugi sampai jutaan rupiah karena minimnya pengunjung yang mendatangi stan miliknya.
“Tempatnya tertutup seperti gudang. Untung saja hari ini (hari ketiga, Red) hujan, ada yang masuk untuk berteduh dan belanja,” ujarnya.
Hasil berjualan yang didapatkan pun diakui tidak bisa menutupi modal yang sudah dikeluarkan. Padahal, perjuangan para pedagang untuk berjualan di dalam sirkuit juga tidak mudah. Karena mereka harus membawa dagangannya dengan berjalan kaki sekitar 300 meter dari gate dua, lantaran kendaraan tidak boleh dibawa masuk.
“Pada hari pertama saya menyediakan 100 paket, tapi yang laku hanya 7 paket. Sisanya tidak bisa dijual lagi,” ungkap Amin. Karena itu, ia mengaku takut menyediakan lebih banyak paket makanan pada hari kedua dan ketiga MotoGP, mengingat pembeli yang sepi. Dari target penjualan 450 paket per hari, yang laku terjual kurang dari 100 paket.
Selain itu, pembatasan jam operasional listrik juga menjadi keluhan para pedagang, khususnya pedagang makanan. Karena bahan baku makanan tidak bisa tahan lama dan banyak yang akhirnya menjadi basi.
“Penjual makanan yang banyak rugi. Karena listrik hanya dibatasi sampai pukul 9 malam,” sesalnya. Para pelaku usaha pun melaporkan kondisi mereka kepada panitia terkait aturan loading barang yang berubah-ubah setiap saat yang merugikan tenant. Kemudian listrik dijanjikan 24 jam menyala tidak berjalan.
Sayangnya, dari pihak ITDC tidak ada memberikan kejelasan hingga gelaran event selesai. Sementara itu, UMKM yang merasa dirugikan di antaranya, ada Matbakh Mamy, Nasi Pecel Madiun Auto Resto, Dem Kebab Bali, Soto Seger Sari Asli Boyolali, Soto Ayam dan Pecel H Hasan, Chicken Run, STIE Bima, As Salam Resto, dan Ci Noy.
Untung-Rugi UMKM Saat MotoGP
Menanggapi kondisi pelaku UMKM selama event MotoGP berlangsung, Ketua Ikatan Pengusaha Wanita Indonesia (IWAPI) NTB, Baiq Diah Ratu Ganefi mengatakan kondisi UMKM yang terlibat di event MotoGP sampai dengan hari ketiga perhelatan ada sedikit dampak. Meskipun belum signifikan, mengingat di hari pertama dan kedua banyak yang mengeluh lantaran tidak ada pendapatan.
“Berita hari ini (hari ketiga, Red) alhamdulillah baik. Sebab hampir semua UMKM mendapat jualan walaupun tidak signifikan. Bisa kembali modal walaupun untungnya sedikit,” ujarnya.
Diakui pada hari ketiga memang cukup ramai penonton yang datang dan ada beberapa yang mampir untuk membeli beberapa produk UMKM. Terlebih pada saat itu kondisinya hujan dan banyak yang membutuhkan makanan, hingga akhirnya masuk ke dalam stan UMKM yang tersebar di seluruh area Sirkuit Mandalika.
“Walaupun mereka hanya membeli satu, dua biji barang, tapi itulah memang kondisinya. Jadi UMKM itu dapat jualan tapi jualannya seperti tidak untung, kembali modal saja sudah bagus,” ungkapnya.
Dampak positif MotoGP dirasakan juga oleh beberapa UMKM lainnya. Seperti dialami Baiq Irma, pemilik stan kuliner asal Lombok Tengah yang mengaku usahanya laris dan hidup dengan adanya event MotoGP di Mandalika.
“Saya senang adanya event MotoGP di Mandalika, usaha kami laris dan terus berproduksi,” kata Irma di bazar UMKM Parkir Barat (PB) Mandalika Lombok Tengah. Pemilik UMKM “Dapur Nanet” itu mengaku berbagai kemudahan yang telah diberikan oleh pemerintah, sangat membantu usahanya.
“Kami diberikan kemudahan, stan untuk berjualan ini gratis oleh Pemda Loteng,” ujarnya. Pemda Loteng memang menyediakan beberapa stan gratis di area Parkir Timur dan Parkir Barat Sirkuit Mandalika. Selain itu, ada juga pelatihan untuk menghasilkan produk sehat, menarik dan bercita rasa yang pernah diterima Irma.
“Pemerintah Provinsi NTB, Pemda Loteng dan Kementerian, sering mengundang untuk membimbing kami dengan pelatihan. Termasuk mengkurasi produk-produk UMKM,” sambungnya. UMKM miliknya menjual beberapa kuliner, seperti nasi lalapan, ayam geprek, es jeruk, nasi ayam merangkat. Di hari pertama dan kedua perhelatan MotoGP, ia mengaku keuntungan yang didapat hingga dua kali lipat, dibanding hari biasanya.
Hal yang sama disampaikan salah satu pemilik UMKM asuhan IPEMI Loteng, Baiq Komariah. Menurutnya, adanya event MotoGP telah mendatangkan berkah bagi pelaku UMKM. Produk miliknya seperti sate pusut ayam mandiri dalam sehari bisa terjual hingga 500 kotak. Tidak seperti biasanya, apalagi saat pandemi Covid-19, usahanya tidak banyak berproduksi.
“Sate pusut ayam mandiri kami buat sendiri, karena merupakan makanan khas Sasak Lombok, maka banyak yang meminatinya, dalam sehari bisa 500 kotak lebih terjual,” kata Komariah. Ia berharap pemerintah provinsi NTB, Lombok Tengah dan Pusat, mengadakan acara seperti ini secara terus menerus, agar para pelaku UMKM terus berproduksi dan menggeliatkan ekonomi masyarakat.
Meskipun sebagian UMKM mengalami kerugian dan beberapa di antaranya justru berhasil mendapat keuntungan, event MotoGP secara khusus membuka peluang bagi pergerakan ekonomi yang cukup besar di NTB. Persoalan lanjutan yang perlu dihadapi kemudian, adalah kesiapan pemerintah, pengelola, pelaku usaha, dan masyarakat secara umum memanfaatkan peluang tersebut. Termasuk untuk memajukan UMKM dengan terus mengevaluasi kekurangan-kekurangan yang muncul selama MotoGP Mandalika 2022 berlangsung. (dpi/fhr/r)