Mataram (Inside Lombok) – Sebanyak 12 daerah di Indonesia memiliki prevalensi stunting tertinggi di tanah air di tahun 2022 ini, di dalamnya termasuk Nusa Tenggara Barat (NTB). Hal itu dikatakan Inspektur Utama BKKBN Pusat, Ari Dwikora Tono Rabu (23/3) di Mataram.
Untuk menekan angka stunting di NTB, ujar Ari, semua daerah harus berkolaborasi. Berdasarkan Data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, separuh wilayah di NTB berstatus “merah” alias memiliki prevalensi stunting di atas 30 persen.
“Pemerintah daerah bisa merepresentasikan tekad kuat dan komitmen di NTB untuk bersama-sama memerangi stunting,” katanya. Terlebih NTB juga masuk daerah prioritas penangan stunting di Indonesia.
Dengan kolaborasi dan kerjasama yang dilakukan oleh pemerintah daerah, angka stunting di NTB ditargetkan bisa mencapai 17,98 persen pada 2024 mendatang. Dirincikan, pada 2010 lalu, angka stunting di NTB yaitu sebanyak 48,2 persen, 2013 sebesar 45,3 persen, 2018 sebesar 33,5 persen, 2019 sebesar 37,9 persen dan 2021 sebesar 31,4 persen.
“Tahun 2010 itu sebesar 48,2 persen. Tinggi sekali dan sedih kita. Kemudian tahun 2013 turun sih tapi masih di angka yang cukup besar,” katanya. Di Provinsi NTB, terdapat lima daerah berstatus merah dan lima daerah berstatus kuning atau memiliki prevalensi stunting diantara 20 hingga 30 persen.
Kabupaten Lombok Timur menjadi sebagai daerah “merah” terbesar di NTB karena memiliki prevalensi stunting 37,6 persen. Artinya dari 100 balita yang ada di Lombok Timur, hampir 38 balita di antaranya tergolong stunting.
Selain Kabupaten Lombok Timur, daerah yang berstatus merah dengan prevalensi stuntingnya di atas 30 persen yaitu Lombok Utara, Lombok Tengah, Bima dan Dompu.
Lima kabupaten dan kota yang berstatus “kuning” dengan prevalensi 20 hingga 30 persen, diurut dari yang memiliki prevalensi tertinggi hingga terendah mencakup Sumbawa, Lombok Barat, Kota Mataram, Kota Bima dan Sumbawa Barat. Bahkan, Sumbawa dengan prevalensi 29,7 persen nyaris berkategori merah.
Untuk menurunkan angka stunting di NTB, sudah dibentuk sebanyak 4.097 tim di 10 kabupaten/kota di NTB yang akan membantu memberikan pendampingan keluarga. Setiap tim terdiri dari tenaga kesehatan atau bidan, kader PKK dan lainnya.
“Nanti tugasnya melakukan penyuluhan, fasilitasi pelayanan rujukan, fasilitas penerimaan program bantuan sosial dan mendeteksi dini faktor risiko stunting,” katanya. (azm)