Mataram (Inside Lombok) – Masyarakat di Pulau Lombok salah satunya di Kabupaten Lombok Barat masih tetap menjaga tradisi “maleman” pada setiap tanggal 27 bulan Ramadan. Salah satunya warga Desa Sembung Kecamatan Narmada.
Ketua RT 1 Dusun Karang Anyar Desa Sembung Bambang Suharja Jum’at (28/4) mengatakan, setiap malam 27 Ramadan warga Desa Sembung merayakan tradisi “maleman”. Tradisi maleman juga dirangkaikan dengan Nuzulul Qur’an dan kegiatan keagamaan lainnya.
Perayaan maleman ini untuk menyambut malam Lailatur Qadar atau yang disebut lebih baik dari seribu bulan. Kegiatan maleman dirayakan pada malam-malam ganjil bulan ramadan yaitu mulai tanggal 21,23,25,27,dan 29 ramadan.
“Kalau acara maleman disini itu juga ada Nuzulul Qur’an.Tradisi warga di Desa Sembung pada malam 27 Ramadan yaitu dengan menancapkan lampu tradisional yang biasa disebut dengan dila jojor. Diketahui, dila jojor ini dibuat biji jamplung atau sebagian masyarakat juga menggunakan kemiri yang sudah dikeringkan. Dila jojor biasanya ditancapkan disudut-sudut rumah atau bangunan.
“Bentuknya itu kayak sate dila jojor ini. Selain ditancapkan disudut rumah, biasanya juga di usaha-usaha yang sedang kita jalankan seperti kios, ada juga diatas beras yang akan dipakai untuk bayar zakat fitrah,” katanya.
Diterangkannya, bakar dila jojor merupakan tradisi jaman dulu yang harus dilestarikan. Agar bisa tetap dilestarikan, anak-anak atau generasi penerus harus dikenalkan setiap tahun atau bahkan harus diceritakan kenapa harus melakukan tradisi tersebut. Sehingga bisa mengetahui asal asul dari tradisi-tradisi yang dilestarikan oleh para orang tua.
“Ini tradisi jaman dulu jadi harus tetap dijaga. Anak-anak harus tetap terlibat. Jadi mereka bisa mengenal tradisi-tradisi baik,” katanya.