Mataram (Inside Lombok) – Dampak dari kebijakan pemerintah pusat yang berdampak pada kenaikan harga beberapa barang dan jasa, seperti bahan bakar minyak dan tarif angkutan udara perlu diwaspadai. Pasalnya pertumbuhan ekonomi dibayangi dengan angka inflasi yang juga meningkat.
Kepala Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia NTB, Heru Saptaji mengatakan selain kenaikan bahan bakar minyak dan angkutan udara yang tarifnya relatif tinggi, tantangan pergerakan harga dari komoditas pangan strategis seperti cabai rawit, cabai merah, bawang merah, telur ayam ras, beras, minyak goreng dan daging sapi juga mengalami kenaikan. Padahal beberapa waktu belakangan ini pertumbuhan ekonomi pada awal tahun cenderung terus membaik.
“Berdasarkan perkembangan tren survei harga dari pedagang harian yang dilakukan BI, pergerakan inflasi dibandingkan Maret 2022 mencapai 0,97 (m to m). Proyeksi inflasi April 2022, angka inflasi berada diposisi 0,49 persen hingga 0,59 persen,” ujar Heru, Rabu (4/5).
Artinya, kondisi ini jauh lebih baik di tengah kondisi tantangan Ramadan dan Idulfitri 1443 H, di mana sisi permintaan akan mengalami peningkatan. Maka dari itu pengendalian inflasi terus dilakukan bersama Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) NTB dan kabupaten/kota, untuk terus bekerja sama dan berkoordinasi dengan baik dalam mengantisipasi tantangan tersebut. Apalagi dari Bulog yang mendistribusikan secara masif minyak goreng curah sebanyak 20 ribu liter ke berbagai daerah kabupaten/kota.
“Ini untuk pengaruhi ekspektasi masyarakat sehingga tren harga kembali berubah menuju harga normal (untuk minyak goreng, Red),” tuturnya.
Dikatakan, karena tahun ini penuh tantangan dalam konteks pengendalian inflasi sehingga perlu antisipasi lebih dini. Koordinasi yang lebih terintegrasi bersama kawan-kawan TPID juga telah dilakukan. Antara lain dengan sidak di sejumlah pasar untuk memastikan harga pada periode Ramadan tidak mengalami kenaikan tinggi.
Berdasarkan hasil inspeksi mendadak tersebut harga diklaim masih normal. “Sekaligus memastikan kebijakan harga yang telah ditetapkan pemerintah berlaku di pasar atau tidak,” katanya.
Selain itu, di tengah kondisi harga minyak goreng yang masih cukup tinggi, maka perlu adanya variasi pola konsumsi yang dibangun. Termasuk dengan mengubah pola pikir masyarakat, bmahwa ada alternatif lain untuk mengkonsumsi minyak goreng dengan menghasilkan minyak goreng sendiri dari buah kelapa.
“Sisi lain kita kaya akan buah kelapa. Ini didorong untuk menghasilkan dan menggunakan minyak kelapa sebagai wujud kemandirian,” jelasnya. (dpi)