Mataram (Inside Lombok) – Harga cabai di sejumlah pasar tradisional masih di angka Rp100 ribu per kilogram (kg). Meski setiap tahun terjadi, kondisi ini tetap menjadi keluhan masyarakat.
Sebagai salah satu solusi, pemerintah diharapkan dapat menangani kenaikan harga cabai dengan memaksimalkan pola tanam. Khususnya pemanfaatan pekarangan rumah untuk menanam cabai.
Hal ini dapat dilakukan untuk menjaga stabilitas pangan dan mengendalikan harga. Padahal program pemanfaatan pekarangan untuk menanam cabai sudah lama dilakukan. Namun tidak terdengar keberlanjutannya.
“Itulah ketahanan pangan di situ, tapi itu tidak dilakukan oleh pemerintah kita. Mestinya ketahanan pangan itu membagi-bagi ke setiap rumah bibit cabai. Itu baru namanya ketahanan pangan, jadi tidak bergantung kepada pasar,” ungkap Sekretaris Komisi II DPRD NTB, Hairul Warisin, Senin (13/6).
Dikatakan, produksi cabai saat ini memang berkurang lantaran rusak terkena virus dan cuaca buruk. “Sebenernya kalau cuacanya bagus virus itu tidak akan berkembang, bakteri juga tidak bisa jalan. Ini karena virus, itu yang menyembabkan harga mahal, produksi hancur, tanaman rusak, suplai dari Jawa juga tidak ada atau kurang harga naik,” jelasnya.
Namun sebaliknya, jika saja di daerah terjadi panen besar dan pasokan cabai Jawa masuk, maka harga cabai dari NTB akab hancur harganya. Kendati, petani sejauh ini masih mencegah cabai Jawa tidak masuk agar tidak merusak harga cabai lokal. Sehingga berakibat merugikan para petani nantinya.
Saat ini yang perlu dilakukan adalah rekayasa pola tanam, untuk cuaca sendiri pada musim hujan sebenernya sudah biasa dihadapi petani. Di mana mereka sudah memahami harga cabai naik lantaran kondisi cuaca di Desember, Januari, Februari, Maret.
“4 bulan ini petani tahu harga naik, tetapi dia nanam di situ. Hanya saja kalau hujan hantam dia terus, kena bakteri hancur hasil panen, suplai dari Jawa tidak ada karena di sana hasil panennya juga rusak,” terangnya.
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Petani Cabai Indonesia wilayah NTB, H Subhan mengakui harga cabai di tingkat petani cendrung naik dikarenakan peruduksi sangat kurang sekali. Terlebih akibatkan cuaca ekstrem dan penyebaran virus patek pada tanaman cabai.
“Akibat cuaca ekstrem dan terkena virus patek atau Antraknosa yang merupakan penyakit utama yang menyebabkan kerugian secara ekonomi di seluruh pertanaman cabai,” ujarnya. (dpi)