Lombok Barat (Inside Lombok) – Rencana pemerintah pusat menghapus tenaga honorer menjadi dilema bagi Pemda Lobar. Terlebih solusi yang ditawarkan adalah mengangkat para honorer tersebut menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).
Dilema muncul, lantaran kebijakan itu tak diiringi dengan adanya kebijakan bantuan anggaran untuk penggajian tenaga P3K ini. Sehingga berpotensi menambah beban daerah untuk menggaji pegawainya. Sementara, kondisi anggaran daerah yang dinilai tidak mampu.
“Tahun ini P3K dibuka formasinya oleh pemerintah pusat dengan skala besar. Cuma masalahnya pemberian formasi ke daerah itu, tidak diikuti dengan kebijakan pusat untuk penggajiannya,” ungkap Asisten III Setda Lobar, H. Ilham saat dikonfirmasi di ruang kerjanya, Rabu (10/08/2022).
Terlebih, pada pengangkatan P3K yang sebelumnya saja, daerah begitu kerepotan untuk membayar gaji. Hingga terpaksa mengalihkan anggaran dari Dana Alokasi Umum (DAU) untuk dapat membayarkan gaji tersebut. Kondisi itu lah yang membuat pihaknya penuh pertimbangan untuk pengusulan formasi P3K tahun ini.
“Sepanjang daerah tidak punya sumber untuk pengajian itu, maka daerah harus berhitung betul berapa formasi yang bisa di buka untuk diteruskan menjadi P3K,” ujar mantan Inspektur Lobar ini.
Berkaca dari pengalaman pengangkatan 1.076 Guru P3K sebelumnya, pemerintah pusat disebutnya tak memberikan bantuan anggaran untuk pengajiannya. Sehingga daerah pun harus menanggung beban penggajian yang angkanya mencapai Rp 3 miliar per tahunnya.
“Gajinya tidak ada ditambah pusat, semua dari DAU di daerah. Inilah yang membuat daerah tertatih-tatih menjalankan roda pemerintahan, yang tadinya anggaran itu bisa untuk membangun pada akhirnya untuk memenuhi kewajiban gaji,” ketus dia.
Di satu sisi mulai tahun depan, pemda pun harus tetap menjalankan kebijakan pusat untuk penghapusan tenaga honorer tersebut. Terlebih dengan warning yang sudah dikeluarkan pemerintah pusat bahwa di 2023 tidak ada lagi pengangkatan pegawai Non ASN. Sehingga pihaknya terpaksa akan mengusulkan P3K tahun ini yang akan disesuaikan dengan jumlah ASN yang pensiun.
“Karena di pusat tidak ada tambahan gaji, sementara kondisi anggaran daerah kita untuk mengaji sangat-sangat terbatas maka pola yang kita ambil membuka formasi sesuai yang akan pensiun,” bebernya.
Langkah itupun dinilai menjadi yang paling realistis, sesuai kondisi anggaran. Serta tetap bisa mengakomodir para tenaga honorer itu agar bisa masuk di P3K.
Namun, terkait bagaimana nasib ribuan tenaga honorer lainya jika pembukaan formasi itu harus disesuaikan dengan jumlah ASN yang akan pensiun. Dirinya mengatakan, bahwa pihaknya sudah mendata para tenaga honorer yang bisa mengikuti seleksi P3K, dan sisanya saja dilakukan secara akan bertahap.
“Jadi bertahap, misalnya yang di waiting list seribu sekian orang, kemudian formasi kita butuhkan katakanlah misalnya 300. Nah yang seribu itu berkompetisi untuk mendapatkan 300 formasi itu. Sisanya di tahun berikutnya,” papar Ilham.
Strategi itu dinilai bisa menjadi salah satu solusi saat ini. Sampai nanti pihaknya berharap ada kebijakan pusat yang memberikan tambahan anggaran untuk pengajian P3K. Sehingga pihaknya bisa membuka formasi sesuai dengan jumlah tenaga honorer yang dapat mengikuti seleksi P3K. (yud)