Mataram (Inside Lombok) – Harga tiket pesawat saat ini masih tinggi. Untuk menstabilkan harga tiket, pemerintah pusat meminta pemerintah daerah melakukan intervensi dengan pola pemberian subsidi. Namun permintaan tersebut tidak bisa dipenuhi oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB.
Kepala Dinas Perhubungan Provinsi NTB, Lalu Moh. Faozal, Selasa (23/8) di Mataram mengatakan, Pemprov NTB belum mengetahui pola yang akan digunakan untuk memberikan subsidi terhadap harga tiket.
“Subsidi itu ada surat ke kita Kemenhub untuk pemerintah daerah melakukan mengintervensi melalui pola subsidi terhadap operasional pesawat. Tidak ketemu ini (polanya),” katanya.
Ia mengatakan, alokasi anggaran untuk intervensi subsidi tiket pesawat ini sangat terbatas. Bukan hanya masalah pendanaan, tetapi juga masalah kewenangan.
“Kita nggak tahu berapa seat-nya, pola subsidi tidak ketemu. Karena penganggaran kita intervensi udara itu sangat terbatas ruang geraknya,” ujar Faozal.
Presiden RI Joko Widodo juga memberikan perhatian khusus terhadap kenaikan harga tiket ini. Di mana, dari pidato yang disampaikan meminta agar Kementerian Perhubungan melakukan intervensi.
Faozal menerangkan, kenaikan harga tiket ke Lombok ini disebabkan karena sejumlah faktor. Misalnya, belanja jasa bandara paling tinggi. Di mana untuk airport tax sebelumnya yaitu sebesar Rp60 ribu dan saat ini meningkat menjadi sekitar Rp110 ribu.
“Airport tax yang tidak pernah kita lihat, Itu include di dalam tiket sekarang. Bizam itu paling tinggi nomor dua kalau tidak salah. Kenaikannya paling tidak itu menyebabkan komponen naik,” katanya.
Kenaikan ini karena selama empat tahun terakhir BIZAM disebut tidak pernah menaikkan airport tax. Selain persoalan tersebut, investasi Angkasa Pura di BIZAM sangat tinggi menjelang MotoGP.
Selain persoalan tersebut, kenaikan harga tiket sangat dipengaruhi oleh harga bahan bakar avtur. Kondisi ini menyebabkan maskapai mengurangi jumlah operasional pesawat. “Ternyata salah satu komponen yang paling menentukan adalah fluktuatifnya harga avtur bahan bakar,” katanya.
“Jam operasional bandara kita ini operasinya sampai jam 6 sore. Yang dulunya sampai jam 9 malam. Sehingga tidak ada pesawat yang bisa operasional dia sebagai HUB titik akhirnya,” lanjut Faozal.
Diterangkannya, jika jam operasional dinaikkan maka bandara akan mengalami kerugian. Hal ini karena biaya operasional untuk penambahan tersebut akan meningkat. “Kalau mereka naikan satu jam operasional dengan jumlah pesawat landing take off mereka masih rugi belanjanya,” pungkasnya. (azm)