Mataram (Inside Lombok) – Saat ini rusunawa yang diperuntukkan untuk para nelayan yang ada di Bintaro Ampenan sudah mulai ditempati. Namun, sejumlah nelayan yang sebelumnya menempati hunian sementara masih ada yang belum mendapatkan jatah kamar di rusunawa tersebut. Sehingga saat ini masih tinggal di hunian sementara.
Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Mataram, M. Nazarudin Fikri, Selasa (30/8) di Mataram mengatakan, hunian sementara yang ada di Bintaro Ampenan hingga saat ini belum dibongkar. Bangunan hunian sementara yang ada saat ini tidak akan dibongkar dan akan dimanfaatkan untuk masyarakat yang membutuhkan tempat tinggal ketika bencana. Selain itu, masih ada yang tinggal di hunian tersebut.
“Tinggal tujuh KK di sana. Huntara akan dipakai kalau ada bencana,” katanya.
Rusunawa yang ada di Kota Mataram seperti yang ada di Bintaro yang belum diserahkan asetnya oleh pemerintah pusat. Meskipun demikian, pemerintah Kota Mataram diberikan kewenangan untuk mengelola aset bangunan milik pemerintah pusat tersebut.
“Pengelolaannya sudah. Kalau tanahnya milik kita bangunannya milik pemerintah pusat,” ujarnya.
Proses penyerahan aset ini kata Nazaruddin, masih dalam proses di pemerintah pusat. Meski demikian, Pemda diserahkan untuk bisa mengelola bangunan tersebut sebagai tempat tinggal masyarakat.
Sementara untuk biaya sewa yang ditentukan tergantung dari keputusan para penghuni rusunawa. Di mana, di beberapa bangunan yang ada sebelum diserahkan asetnya ke pemerintah Kota Mataram, biaya sewa yang ditarik yaitu sebesar Rp100-200 ribu per kamar.
“Masih dalam proses penyerahan secara utuh ke Pemkot melalui kemenkeu dulu sebagai aset. Belum dong. Kementerian masih di proses. Bintaro belum sama Montong Are kayaknya,” kata Nazaruddin.
Khusus lahan rusunawa yang ada di Montong Are ia menerangkan masih bisa digunakan untuk satu bangunan lagi. “Masih bisa satu lagi kalau disana. Tinggal dua yang belum. Asetnya yang belum kalau pengelolaannya sudah,” terangnya. (azm)