Mataram (Inside Lombok) – Harga telur ayam beberapa waktu belakangan mengalami kenaikan signifikan, mencapai Rp62-65 ring per tray dari sebelumnya Rp43-45 ribu per tray. Hal ini banyak dikeluhkan pedagang dan pembeli, terlebih harga yang tinggi turut memicu kenaikan inflasi daerah. Untuk menstabilkan harga telur, pemerintah menggelar operasi pasar murah.
Sekda NTB, Lalu Gita Aryadi mengatakan tingginya angka inflasi NTB yang berada di posisi 6,58 persen secara yoy atau tahunan dan kota Mataram 6,76 persen. Hal tersebut menjadi antensi pemerintah untuk menekan angka inflasi ini. Di mana ini menjadi antensi pemerintah daerah, memang secara nasional NTB termasuk pada posisi yang cukup tinggi.
“Ini mungkin dari TPIP (Tim Pengendalian Inflasi Pusat ) terus konsolidasi dengan TPID (Tim Pengendalian Inflasi Daerah) melakukan sesuatu agar memastikan barang-barang kebutuhan pokok masyarakat tetap terjangkau dan hal itu sudah kita dikerjakan,” ungkap Lalu Gita Aryadi di sela-sela gelaran Operasi Pasar Murah Telur di Pasar Pagesangan, Kamis (1/9).
Pengendalian inflasi daerah agar tidak terlalu tinggi dilakukan melalui OPM beberapa komoditas pangan. Lantaran adanya kegiatan OPM yang terus dilakukan memang ada yang menunjukkan tanda-tanda normalisasi (harga, red), dimana tugas TPID adalah melakukan penetrasi dari harga di pasar yang sekarang ini bergejolak didorong sampai benar-benar normal dan terkendali harganya.
“Hulu hilir oleh TPID kita bersepakat untuk dikonsolidasikan, di edukasi makna tentang pasar. Tidak semata mengejar murah. Harga murah tapi tidak ada keuntungan maksimal bagi petani produksi, yang untung adalah rantai-rantai pasok,” jelasnya.
Lebih lanjut, dimana ini mestinya ada kesedaran pelaku-pelaku usaha, masyarakat untuk bersama sama bertanggung jawab dalam hal pengendali harga ini. Agar tidak terlalu tinggi kenaikannya, terutama pada komoditas telur dan bahan pangan lainnya.
“Telur ini fluktuasinya biasanya pada HBK (Hari Besar Keagamaan) dan NTB menghadapi event-event besar, sekarang ini jangan-jangan naik bagaimana perang melawan stunting,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) NTB, Heru Saptaji mengatakan sementara pasar murah yang digelar mulai hari ini (1/9) masih konsentrasi di komoditas telur. Sedangkan untuk komoditas lainnya seperti cabe dan bawang merah harganya sudah mulai normal, sehingga tidak perlu melakukan intervensi. Biarkan mekanisme pasar bekerja dengan baik dan normal.
“Kalau pada saat sekarang ini yang menjadi perhatian kita komoditas telur, karena dari sisi hulu dan hilirnya ini jomplang,” ujarnya
Dimana di sisi produksi hanya berkisar Rp48-49 ribu per tray, ketika biaya angkut misalnya saja Rp1000 maka di kisaran harga Rp50-51 ribu. Namun di pasar sampai Rp62 ribu, ini tentunya harus dikondisikan kembali dan harus diintervensi karena komoditas telur ini komoditas dari milik berjuta-juta masyarakat. Mulai dari penerima bansos, masyarakat kecil, UMKM kecil dan sebagainya.
“Kami melihat dari TPID, pemerintah provinsi, pemerintah kota, bank Indonesia bekerja sama bahu membahu untuk mencoba berikhtiar menormalisasikan harga telur kepada kisaran yang seharusnya. Ini akan terus kita monitor dan bisa kita perbaiki harganya dari hari ke hari,” jelasnya.
Untuk tahap gelar OPM telur ini sebanyak 500 terai Dengan intervensi di empat pasar, Pagesangan, Kebon Roek, Sindu dan Mandalika. Kendati jika kurang maka akan ditambah kembali, tentunya telur yang digunakan adalah telur lokal. (dpi)