Lombok Barat (Inside Lombok) – Dinas DP2KBP3A Lobar akui masih banyak anak-anak di Lobar yang dieksploitasi. Bahkan, mereka selalu mewarnai sudut persimpangan dan lampu merah yang ada. Terutama anak-anak yang sepulang sekolahnya mesti ngasong untuk berjualan nanas dan lain-lain di pinggir jalan.
“Kadang anak-anak yang jualan di lampu merah di Mataram, saya tanya justru mereka dari Lombok Barat katanya,” ungkap Sekdis DP2KBP3A, Erni Suryana saat dikonfirmasi, Rabu (14/09/2022).
Menurutnya, anak-anak itu seharusnya bisa memanfaatkan waktunya sepulang sekolah untuk menikmati masa anak-anak mereka. Baik belajar, istirahat, mau pun bermain bersama teman-teman sebayanya. Bukan dibebankan mencari uang oleh oknum tertentu, termasuk orang tua mereka.
“Ini PR semua mulai dari pemerintah desa, sampai pemerintah kabupaten harus turun tangan, harus serius,” tegas perempuan berkaca mata ini.
Terutama, kata dia, peran keluarga menjadi hal yang sangat penting dalam menjaga dan melindungi anak-anaknya. Namun, sejauh ini dia menyebut, yang masih menjadi kendala adalah sulitnya memberi kesadaran bagi para orang tua dari anak-anak tersebut.
Alasan utama para orang tua itu membiarkan anak mereka bekerja adalah keterbatasan ekonomi. Sehingga mental itu yang diakuinya sulit diubah. “Kalau dibilang alasan ekonomi, bantuan apa yang kurang dari pemerintah untuk masyarakat miskin? Justru tumpang tindih kan saking banyaknya bantuan,” ketusnya.
Tapi sejauh ini, pihaknya tak memiliki data resmi terkait jumlah anak-anak yang dieksploitasi di Lobar. “Kalau misalnya kita mau pakai Pol PP tapi mereka juga kan ndak mungkin tetap berjaga di lampu merah. Mungkin sehari bisa dibubarkan, tapi kemudian besok balik lagi. Jadi pendekatan lebih kepada keluarga sebenarnya,” imbuh dia.
Erni mengaku, pihaknya ingin melakukan sosialisasi lebih gencar tetapi terkendala anggaran yang terbatas. Sehingga pihaknya mendorong masing-masing desa untuk membentuk Perdes tentang perlindungan anak.
“Yang sudah ada sekitar 20 desa, seperti di Kecamatan Narmada semua desa sudah kami kumpulkan kemudian kita sosialisasi soal Perdes itu, termasuk soal eksploitasi anak itu,” jelasnya.
Tetapi, pihaknya tidak ingin desa hanya memiliki Perdes tanpa ada implementasinya. Sehingga harus didorong dari keinginan dan kebutuhan masyarakat itu sendiri untuk memiliki Perdes tersebut. (yud)