Mataram (Inside Lombok) – Sebagian besar masyarakat saat ini mengeluhkan pelayanan di rumah sakit, terutama dalam hal komunikasi antara pasien dengan petugas rumah sakit baik itu petugas medis (dokter, perawat, bidan) maupun petugas non medis yang bertugas di pintu masuk rumah sakit seperti poliklinik dan instalasi gawat darurat (IGD). Pada saat pasien datang untuk mendapatkan pelayanan di rumah sakit, yang paling sering dikeluhkan adalah saat mulai pendaftaran dan arahan menuju poli layanan yang dituju, dimana pasien sebagian besar masih bingung dengan poli mana yang akan dituju berdasarkan keluhan yang dialami terutama pasien yang tanpa rujukan dari puskesmas ataupun pasien dengan rujukan namun tidak sesuai dengan poliklinik yang dituju. Komunikasi antara petugas dan pasien akan menentukan dengan cepat jenis layanan kesehatan yang dibutuhkan oleh pasien.
dr. Baiq Yulia Handayani, Mahasiswa Magister Hukum Kesehatan, Fakultas Hukum Universitas Hang Tuah Surabaya sekaligus Dokter Umum RSUD Patut Patuh Patju Kabupaten Lombok Barat menyebut dalam pemberian pelayanan kesehatan kepada pasien, komunikasi antara dokter dan pasien merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai oleh seorang dokter, tentunya kompetensi komunikasi yang efektif akan menentukan keberhasilan dalam mebantu menyelesaikan masalah pasien. Namun Sebagian dokter terkadang tidak mempunyai waktu yang cukup untuk berbincang-bincang dengan pasien sehingga bertanya seperlunya saja, apalagi dengan jumlah pasien yang datang berkunjung ke poliklinik banyak sehingga waktu komunikasipun akan lebih sedikit. Akibatnya dokter hanya mendapatkan informasi sedikit dari pasien terkait permasalahan kesehatan pasien. Dari sisi pasien sendiri merasa lebih rendah dihadapan dokter sehingga takut bertanya atau bercerita mengenai keluhannya dan hanya menjawab sesuai pertanyaan dokter saja.
Pada umumnya tidak mudah menggali informasi dari seorang pasien karena tidak bisa diperoleh begitu saja, perlu dibangun suatu hubungan saling percaya antara dokter dan pasien. Adanya keterbukaan, kejujuran, pengertian, kebutuhan dan harapan sebagai landasan untuk membangun kepercayaan. Bila hal ini dapat dilakukan maka akan mempermudah bagi seorang dokter untuk menentukan diagnosis dan terapi yang dibutuhkan oleh pasien. Komunikasi yang baik adalah komunikasi yang dibangun dengan kedudukan yang setara antara dokter dan pasien, sehingga seorang pasien mampu menceritakan keluhan yang dialaminya. Begitupula dengan komunikasi efektif yang memiliki kelebihan mampu mempengaruhi emosi pasien dalam pengambilan keputusan tentang rencana tindakan ataupun terapi yang akan diberikan oleh seorang dokter. Sehingga menepis anggapan bahwa komunikasi efektif hanya menyita waktu dokter dalam memberikan pelayanan. Justru dengan komunikasi yang efektif mampu mebangun hubungan antara dokter dengan pasien sehingga dengan mudah dalam memberikan pelayanan yang dibutuhkan pasien.
Menurut Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran pasal 45 paragraf 2 dengan jelas menyebutkan bahwa setiap melakukan tindakan kedokteran, harus didasarkan atas informasi yang lengkap dari seorang dokter kepada pasiennya. Komunikasi antara dokter dengan pasien merupakan suatu yang sangan penting dan wajib dikaitkan dengan upaya maksimal dari seorang dokter dalam meberikan pelayanan kesehatan. Berdasarkan paragraph 6 dan 7 dalam UU Praktik Kedokteran secara jelas menyebutkan mengenai hak dan kewajiban dokter serta hak dan kewajiban pasien yang diantaranya memberikan penjelasan dan mendapatkan informasi. Mengurai paragraf 6 pasal 50 mengenai hak dan kewajiban dokter diantaranya adalah; memperoleh perlindungan hukum, memberikan pelayanan medis sesuai standar profesi dan SOP, memperoleh informasi sejujur-jujurnya dari pasien atau keluarganya dan menerima imbalan jasa. Sedangkan kewajiban dokter yang dijelaskan dalam pasal 51 diantarnya yaitu memberikan pelayanan medis sesuai standar profesi dan SOP, merahasiakan segala sesuatu yang menjadi rahasia pasien, memberikan pertolongan darurat dan menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran. Sedangkan pada paragraph 7 pasal 52 mengenai hak pasien diantaranya; mendapat penjelasan secara jelas dan lengkap mengenai tindakan medis yang akan dilakukan, mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis, menolak tindakan medis dan berhak mendapatkan informasi mengenai rekam medis nya sendiri. Selain hak, tentunya ada kewajiban pasien yang harus dijalani sesuai dengan paragraf 7 pasal 53 yaitu; memberikan informasi yang lengkap dan jujur mengenai masalah kesehatannya, mematuhi nasehat dan petunjuk dokter, mematuhi ketentuan yang berlaku di layanan kesehatan, memberi imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
Dalam paradigma baru, yang senafas dengan undang-undang, hubungan antara dokter dengan pasien adalah kemitraan, tidak ada yang merasa lebih tinggi atau superior ataupun lebih rendah atau inferior. Seorang pasien harus dihargai sebagai pribadi yang berhak atas tubuhnya dan pasien adalah subjek bukan objek yang semata mata diperlakukan tanpa sepengetahuannya dan tanpa kehendaknya. Begitupula dengan pasien sendiri, untuk menciptakan hubungan baik melalui komunikasi efektif inilah yang harus dilakukan sehingga akan membantu dalam penyelesaian masalah kesehatannya.
Komunikasi Efektif yang seperti apa yang dibutuhkan untuk membangun hubungan antara dokter dengan pasien ?
Komunikasi efektif antara dokter dengan pasien memiliki beberapa Langkah, di antaranya sikap profesionalisme seorang dokter, waktu pengumpulan informasi, waktu penyampaian informasi dan langkah komunikasi.
Yang dapat dilakukan oleh seorang dokter adalah dengan metode S.A.J.I yaitu Salam, Ajak Bicara, Jelaskan dan Ingatkan.
Salam: Beri salam, meyapa pasien, menunjukkan sikap empati kepada pasien, tunjukkan bahwa seorang dokter bersedia meluangkan waktu untuk berbicara dengan pasien.
Ajak Bicara: Mengusahakan komunikasi 2 (dua) arah antara dokter dengan pasien, memberikan pasien kesempatan untuk mengemukakan pikiran dan perasaan serta keluhan yang dialami dan dokter menunjukkan sikap menghargai dan memahami kondisi pasien.
Jelaskan: seorang dokter memberikan penjelasan kepada pasien mengenai hal hal yang dikemukakan oleh pasien dengan memberikan penjelasan kepada pasien mengenai hal yang ingin diketahui dari hasil informasi yang diberikan, meluruskan persepsi yang keliru, meberikan penjelasan mengenai penyakit, terapi, rencana tindakan kedokterran secara jelas dan detail.
Ingatkan: Mengingatkan kepada pasien untuk hal-hal yang penting dan mengoreksi yang keliru atas persepsi pasien, mengklarifikasi hal hal yang belum jelas serta mengulang Kembali pesan-pesan kesehatan yang penting.
Komunikasi yang tidak efektif akan menimbulkan masalah dalam hubungan antara dokter dan pasien diantaranya tuduhan melakukan malpraktik. Efektif tidaknya komunikasi yang berlangsung akan menentukan sikap pasien dalam menerima diagnosis yang ditetapkan dokter, menjalani pengobatan, melakukan perawatan diri dan memperhatikan atau mematuhi anjuran/nasehat dari dokter. Reaksi pasien saat di ruang praktik/poliklinik, sikap pasien saat kunjungna ulang, cara pasien melaksanakan pengobatan adalah feedback bagi seorang dokter untuk mengetahui keberhasilan komunikasinya.
Dengan demikian, membangun komunikasi yang efektif antara petugas kesehatan khususnya dokter dengan pasien, sangat membantu dalam hal terlaksananya pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh pasien dan merupakan kata kunci yang pelaksanaanya dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit. (r)