Mataram (Inside Lombok) – Beberapa tahun terakhir posisi indeks pembangunan manusia (IPM) NTB masih saja bertengger di urutan ke-29 dari 34 provinsi di Indonesia. Untuk bisa menggeser posisi tersebut, mendorong peningkatan kesehatan masyarakat dengan pemanfaatan bantuan program keluarga harapan (PKH) perlu dilakukan. Namun pemanfaatan PKH sendiri masih sering tidak tepat sasaran.
“Kesehatan dan pendidikan yang harusnya disasar oleh program PKH, karena juga akan menyangkut ke IPM NTB. Yakni mencegah stunting,” ujar Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Wahyudin, Senin (10/10).
Jika saja PKH bisa tepat sasaran, maka kesehatan masyarakat sedikitnya akan terjamin. Jika melihat dari sisi kesehatan, angka kematian bayi sejalan dengan angka harapan hidup. Usia harapan hidup tidak bisa didata, jika tidak ada angka kematian bayi.
Oleh sebab itu, kondisi kesehatan ibu hamil harus tetap dijaga. Supaya menghindari kematian dini pada bayi. Melalui program PKH bagi ibu-ibu hamil. Begitu juga masyarakat miskin atau menengah ke bawah.
PKH bagi masyarakat miskin sangat penting bisa tepat sasaran, terutama bagi kesehatan ibu hamil, usia balita dan anak sekolah. Di mana program ini juga sangat mendukung peningkatan IPM NTB, baik dari sisi kesehatan dan juga pendidikan.
“Kalau PKH benar-benar dilaksanakan, bisa kita naik dan terus menerus naik. Paling tidak, bisa keluar dari 5 besar terbawah,” imbuh Wahyudin.
Berdasarkan data BPS NTB, capaian IPM NTB hanya 68,65 atau lebih rendah dari standar IPM nasional yang mencapai 72,29. Untuk itu mendorong pemerintah untuk serius dalam upaya peningkatan IPM di NTB. Di mana di NTB ada dua indikator yang harus digenjot, yakni pendidikan dan kesehatan.
“Karena pendidikan dan kesehatan masih menjadi kendala utama, dalam upaya peningkatan indeks pembangunan NTB,” katanya.
Jika melihat dari rata-rata lama sekolah di NTB masih jauh dari yang diharapkan yakni di bawah 7 tahun. Artinya rata-rata pendidikan sekolah di NTB hanya tamat sekolah dasar. Pasalnya melihat dari usia 25 tahun keatas itu banyak orang-orang tua dan banyak diantara mereka belum bisa membaca dan tidak sekolah bahkan tidak tamat SD. Sementara jika mereka sudah usia lanjut saat ini sebagian besar tidak pernah sekolah.
“Apapun program pendidikan yang dicanangkan Pemerintah sulit direalisasikan. Baik paket A, B maupun C tidak bisa dilaksanakan. Baca saja tidak bisa, kecuali untuk usia 25 sampai dengan 50 tahun itu bisa kita programkan,” jelasnya.
Kemudian harapan lama sekolah, di mana angka harapan lama sekolah NTB tergolong cukup bagus yakni 13 tahun atau sudah mulai kuliah. Namun pemerintah juga harus mengambil sikap antisipasi terhadap kemungkinan drop out dari sekolahnya.
“Harus tetap dijaga agar mereka tetap melanjutkan pendidikan. Caranya melalui pemberian beasiswa,” ucapnya. (dpi)