Lombok Timur (Inside Lombok) – Jajanan tradisional gula gending memang cukup populer pada anak-anak tahun 80-an hingga tahun 2000. Terlebih manisan tersebut mempunyai cara unik dalam penjualannya, yaitu dengan memperdengarkan musik khas, yang membuat kehadirannya selalu dinantikan oleh anak-anak pada masa itu.
gula gending sendiri memiliki cara jual yang cukup unik dari para pedagangnya, yakni dengan cara memukul wadah penyimpanannya yang dapat mengeluarkan suara musik yang unik dan khas. Cara tersebut memberikan daya tarik tersendiri dan juga membuat masyarakat tahu akan kehadiran gula gending.
Dalam meningkatkan eksistensi gula gending tersebut, masyarakat Desa Kembang Daya yang merupakan salah satu desa dengan jumlah pedagangnya yang cukup banyak memperkenalkan gula gending melalui kegiatan budaya yang dilaksanakan di desa setempat. Tujuannya untuk meningkatkan eksistensinya.
“Untuk pelestarian sendiri kami berfokus ke gula gending sebagai musik, dan juga untuk pembuatan di sini alhamdulilah tetap terjaga,” ungkap Ketua Penyelenggara Festival Maloka, M.Rawi Burhani pada Inside Lombok, Kamis (15/12).
Dilemanya tak banyak generasi millenial yang berminat mempelajari gula gending ini, baik itu cara pembuatan manisannya maupun cara bermain musiknya. Sehingga saat ini tak banyak yang bisa memainkan musiknya secara baik.
“Yang bisa memainkan musik gula gending ini sendiri yang paling muda berusia 33 tahun, umur di bawahnya belum bisa,” ungkapnya.
Rawi mengungkapkan untuk penjual sendiri masih sangat banyak dan salah satu pekerjaan pokok masyarakat, mayoritas utama tempat berjualan saat ini di Pulau Kalimantan yang bisa mencapai 200-an orang merantau untuk berjualan.
“Yang berjualan ke Kalimantan tentunya dengan rombok khas Desa Kembang Kerang Daya, kemudian di Cakranegara juga ada puluhan pedagang, dan tersebar juga dari Sabang sampai Merauke,” tuturnya.
Desa Kembang Kerang Daya sendiri masyarakatnya sudah sejak dahulu memulai usaha berjualan gula gending, tapi untuk saat ini sudah banyak dari beberapa desa di Lotim, Pulau Sumbawa, Kalimantan, dan daerah lain di Indonesia karena banyak warga setempat yang menikah dan menurunkannya kepada menantunya.
“Kita berharap dengan ditampilkannya gula gending ini agar bukan hanya dijadikan sebagai dagangan dengan rombong yang khas, tapi juga sebagai alat musik yang biasa dimainkan seperti waktu dulu,” pungkasnya. (den)