Lombok Barat (Inside Lombok) – Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Lombok Barat (Lobar) menerima banyak aduan terkait kebijakan salah satu perusahaan ritel modern yang ada di Kediri, Lobar yang dinilai memberatkan karyawan. Mulai dari penebusan untuk ijazah pekerja yang ditahan, hingga aturan agar barang yang tidak laku dibeli oleh para pekerja. Hal itu pun mendatangkan desakan dari berbagai pihak agar kasus tersebut dapat segera diselesaikan.
Sebelumnya laporan kebijakan yang dirasa merugikan itu dilaporkan oleh lima orang mantan karyawan perusahaan tersebut ke Kantor Disnaker Lobar, pada Kamis (15/12) kemarin. Terpisah, Kades Kediri Selatan, Edi Erwinsyah juga mengadukan ada berapa warganya yang diberhentikan kerja oleh perusahaan terkait dan diminta untuk membayarkan uang pembebanan sebesar Rp14 juta.
Diterangkan, para mantan karyawan yang bersangkutan juga kini malah terancam berurusan dengan hukum. Karena dilaporkan oleh perusahaan lantaran dianggap menggelapkan barang perusahaan. Hal itu pun memicu atensi masyarakat dan aktivis yang disebut Edi siap menggelar aksi untuk membela dan menuntut keadilan bagi para pekerja yang merasa dirugikan tersebut.
“Tadi sekitar jam 09.00 Wita, saya ke sana (bertemu HRD perusahaan) untuk menyelesaikan permasalahan warga kami yang diadukan ke pihak berwajib. Karena dianggap melakukan penggelapan senilai Rp14 juta,” tutur Edi melalui pesan WhatsApp, Jumat (16/12/2022).
Padahal, kata dia, warganya tersebut telah berupaya untuk mengembalikan semua uang pembebanan senilai Rp14 juta tersebut. Namun, pihak perusahaan tetap ingin melanjutkan laporannya secara hukum.
“Inilah yang kami sesalkan, warga kami sudah terbebani uang belasan juta, lalu masih akan diproses,” herannya. Di mana warganya dianggap melakukan penggelapan senilai Rp14 juta. Sehingga pihaknya pun datang bertemu pihak perusahaan untuk membawakan uang senilai Rp9,5 juta, dan sisa dari itu diminta agar bisa diambilkan dari sisa gaji warganya yang belum dibayar sebesar Rp2 juta dengan ditambah dari BPJS Ketenagakerjaan yang belum dicairkan sebesar Rp3 juta.
“Tapi pihak perusahaan tidak mau, tetap maunya dibayar Rp14 juta,” ketus dia. Selain itu, pihaknya juga menerima laporan ada juga warganya yang pernah menjadi karyawan di sana. Namun, diberhentikan sepihak tanpa alasan yang pasti.
“Diminta kepada karyawan yang merasa dirugikan untuk membuat pengaduan tertulis untuk dilakukan mediasi,” imbaunya. Terlebih saat ini, kata dia, banyak warga Kediri yang sudah mulai resah dengan perusahaan tersebut. Banyak yang mengancam akan melakukan aksi demonstrasi kepada perusahaan terkait.
Pihaknya pun langsung berkoordinasi dengan Disnaker Lobar, meminta agar pihak dinas bergerak cepat untuk menyelesaikan persoalan tersebut. “Karena kalau tidak, kami akan lakukan demo,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Disnaker Lobar, H. Sabidin menerangkan terkait dengan pengaduan itu pihaknya masih belum bisa mengambil keputusan. Mengingat proses mediasi masih dalam tahap bipartit atau perundingan antara pekerja dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan.
“Yang pasti saat ini masih proses mediasi. Kita akan fasilitasi, kita masih perlu urai permasalahan yang dihadapi,” ujarnya.
Kendati demikian, pihaknya juga tidak menampik adanya dugaan-dugaan pelanggaran aturan terkait ketenagakerjaan oleh pihak perusahaan yang dilaporkan. Seperti halnya pengaduan soal penahanan ijazah karyawan yang dilakukan oleh pihak perusahaan sebagai jaminan.
“Baru bisa ambil ijazah jika karyawan sudah bayar sejumlah uang. Ini kan kurang pas. Tetapi sekali lagi, kami belum bisa memutuskan,” jelasnya lagi.
Sabidin menerangkan, jika dalam proses mediasi bipartit tersebut tak kunjung menemukan solusi, maka akan dilanjutkan ke tahap tripartit, yang sudah membolehkan adanya keterlibatan pihak ketiga dalam penyelesaian masalah antara buruh dan pengusaha. “Jika pekerja masih keberatan atau belum ada kesepakatan, lanjut ke tripartit. Di sinilah baru kita bisa ikut campur,” tandasnya.
Sebelumnya, sebanyak lima orang mantan karyawan perusahaan terkait mengadukan kejanggalan dan ketidakadilan yang mereka rasakan selama bekerja ke Disnaker Lobar. Bahkan saat sudah mengundurkan diri, mereka tak diberikan uang pisah atau pesangon, dan ada di antara mereka yang harus menggelontorkan uang untuk bisa menebus kembali ijazahnya.
“Kemarin saya ijazahnya sempat ditahan (saat resign), tapi sekarang sudah keluar. Tapi harus saya lunasi pembebanan saya selama 11 tahun itu Rp27 juta,” ungkap Sri Rahayu, mantan karyawan perusahaan terkait saat ditemui di kantor Disnaker Lobar, Kamis (15/12/2022).
Bahkan di dalam kontrak kerja yang mereka tanda tangani, mereka mengaku tak ada penjelasan terkait pembebanan mengenai barang hilang, barang rusak dan barang yang tak bisa dikembalikan.
Termasuk soal beban yang diberikan kepada mereka untuk membayar barang-barang cepat basi atau rusak seperti nasi atau pun kue basah. Mereka dibebankan untuk membayar setengah harga dari barang-barang tersebut jika tidak habis terjual.
“Itu kalau sudah jam 6 sore bisa kita jual setengah harga, tapi kan itu kondisinya sudah tidak layak dimakan dan sudah tidak enak. Itu berarti, jadi beban karyawan, kita yang harus bayar,” tuturnya.
Sehingga mau tidak mau, mereka pun terpaksa harus membayar barang tersebut. Karena jika tidak, jumlah barang yang tidak laku per harinya akan diakumulasi dan gaji mereka akan dipotong. Bahkan, ada yang harus membayar hingga Rp60-100 ribu.
“Kita harus bayar 50 persen dari harga, misalnya harga nasi Rp10 ribu, ditransaksikan (dibayar) jam 6 itu Rp5 ribu dari barang yang tersisa,” keluhnya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak perusahaan yang awalnya akan memberikan klarifikasi pada Jumat siang, belum juga bisa dikonfirmasi media. Bahkan hingga beberapa kali dihubungi pihak perusahaan tak kunjung memberi jawaban. (yud)