Mataram (Inside Lombok) – Tanaman kayu putih terus dilakukan pengembangan di NTB, mengingat potensinya dalam industri cukup besar. Bahkan saat ini dari hasil pengolahan kayu putih sendiri mampu menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD), sehingga hal tersebut terus digenjot pemerintah.
Pada 2023 saja ditargetkan 40 ribu hektare untuk tanaman rehabilitasi hutan dan lahan. Target tersebut untuk tanaman kayu putih, buah-buahan, dan kayu-kayuan. Sedangkan pada 2022 seluas 4.500 hektare di antaranya ada kayu putih.
“Menghasilkan kayu putih ini, dan itu menjadi penghasilan PAD daerah. Contoh produknya ada, ada showroom di KPH Rinjani Barat, tetap jalan terus walaupun perlahan-lahan. Target PAD KPH Rinjani Barat dari minyak kayu putih saja Rp100 jutaan, tapi itu campuran dengan tanaman lain,” ujar Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup, Syamsuddin, Jumat (16/12).
Dalam RPJMD ditargetkan 152 ribu hektare dari tahun 2019 hingga 2023. Tapi secara keseluruhan menargetkan sekitar 40 ribu hektare. Bahkan target RHL NTB sebenarnya sangat luas. Namun tertunda karena anggaran fiskal daerah yang terbatas. Untuk mencapai target tersebut dibutuhkan integrasi dengan para perusahaan, instansi dan mitra LHK.
“Makanya kita berintegritas dengan teman teman mitra. Melalui DAK target tahun ini mencapai 4.500 hektare, kemudian kewajiban perusahaan atau IPPKH yang mengelola hutan untuk melakukan Rehabdas. Seperti AMNT, SDR dan Perusahaan tambang lainnya,” tuturnya.
Untuk progres penanaman kayu putih sendiri memang bagian dari kegiatan untuk rehabilitasi hutan dan lahan (RHL). Salah satu yang ditanam adalah jenis kayu putih, bukan hanya sebagai menutupi lahan lahan kritis tetapi kedepannya untuk pengembangan industri lestari hutan kayu putih.
“Pengembangnya kami fokus di KPH baik hutan lindung maupun kawasan yang sudah ada izin, termasuk lahan milik masyarakat dalam bentuk hutan rakyat itu yang kami kembangkan,” ungkapnya.
Bahkan hasil kunjungan ke lapangan belum lama ini yakni ke Pelangan Tastura, tanaman kayu putih sudah siap dipanen. Selain itu ada bantuan dari menteri LHK mesin untuk pengolah kayu putih dan itu sudah diproduksi oleh KPH.
“Jadi intinya apa yang kita kembangkan dengan KPH melalui RHL nya sekarang sudah mulai membuahkan hasil. Dan juga karena kami punya pabrik skala kecil yang di KPH Rinjani barat, ada juga di Lombok Barat, Lombok Utara,” terangnya.
Sementara untuk produksinya berapa besarannya masih skala kecil dan belum berproduksi secara masif. Padahal sesungguhnya kayu putih itu tumbuh di semua tempat, termasuk di tanah bebatuan tumbuh. Hanya saja bagaimana sekarang menyakinkan masyarakat dapat menggarap itu. Karena saat ini dominan masyarakat menanam tanaman semusim, khususnya di Sumbawa bagian timur.
“Itu kami harus menyakinkan masyarakat agar mereka beralih ke tanaman kelor ataupun kayu putih karena hasilnya jelas, produknya jelas. Kalau saja bisa menyiapkan lahan sekian ribu hektare dengan tanaman kayu putih, itu dua tahun sudah siap panen kayu putih itu,” pungkasnya. (dpi)