28.5 C
Mataram
Minggu, 24 November 2024
BerandaBerita UtamaKisruh Pasal Perzinahan, Dispar: Investor dan Wisatawan Tak Perlu Khawatir

Kisruh Pasal Perzinahan, Dispar: Investor dan Wisatawan Tak Perlu Khawatir

Mataram (Inside Lombok) – Aturan yang ada di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), terutama pasal perzinahan masih menjadi pertanyaan pelaku industri pariwisata dan wisatawan. Pasalnya aturan itu dikhawatirkan akan mengganggu kenyamanan wisatawan dan bisa berdampak pada larinya investor.

Menyikapi kisruh aturan itu, Dinas Pariwisata (Dispar) Provinsi NTB menepis anggapan bahwa pasal perzinahan dalam UU KUHP berpotensi membuat investor maupun wisatawan asing lari dan mematikan Pariwisata NTB. Seperti yang terjadi terhadap kunjungan wisatawan asing ke Bali dan Labuan Bajo.

“Aturan itu tidak akan merugikan karena kehadiran sebuah regulasi melalui proses panjang, telaahan akademis melibatkan berbagai pihak dengan mempertimbangkan aspek sosiologis, yuridis dan sebagainya,” ujar Sekretaris Dispar NTB, Lali Hasbulwadi, Selasa (20/12).

Menurutnya, selama ini ada kekeliruan persepsi yang berkembang di industri pariwisata. Sehingga timbul kekhawatiran-kekhawatiran yang katanya bisa menggerus kunjungan wisatawan dan investor. Di mana pada pasal 412 dan 413 UU KUHP bersifat delik aduan atau klach delicten. Artinya, pengaduan hanya bisa dilakukan oleh suami atau istri bagi pelaku kohabitasi yang terikat status perkawinan atau orang tua bagi mereka yang belum menikah.

“Yang kami pahami pasangan diluar nikah cek in di hotel tidak langsung serta merta digerebek tanpa adanya aduan,” tuturnya.

Lebih lanjut, aturan itu bisa diterapkan jika ada delik aduan oleh yang dirugikan, dalam hal ini suami atau istri atau orang tua sebagai delik aduan. Pihaknya memastikan tidak akan pernah ada proses hukum tanpa ada pengaduan dari pihak yang berhak atau yang merasa dirugikan.

“Adanya kedua pasal tersebut, ruang privat seseorang akan lebih terjaga dan terlindungi oleh hukum. Karena tidak sembarang orang melakukan aduan. Dan tidak dibenarkan untuk main hakim sendiri,” jelasnya.

Dikatakan, demi menjaga agar kesalahpahaman terkait aturan bagi wisatawan ini tidak berkembang luas. Pemerintah akan melakukan diseminasi dan edukasi, kepada wisatawan mancanegara dan juga masyarakat NTB secara umum serta pelaku industri pariwisata secara khusus.

“Memang perlu kita sosialisasikan kepada pelaku usaha pariwisata pada umumnya. Bagaimana kita tetap menjaga, memelihara serta menegakkan kualitas moral masyarakat,” terangnya.

Pihaknya pun meminta agar investor maupun wisatawan tidak perlu khawatir untuk berinvestasi dan berwisata di NTB. Karena ruang privat mereka tetap dijamin oleh undang-undang. Tentunya tanpa mengurangi penghormatan terhadap nilai-nilai budaya lokal.

Sementara itu, ketua Dewan Kehormatan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) NTB I Gusti Lanang Patra mengaku keberatan dengan adanya UU KUHP yang baru disahkan oleh DPR RI beberapa waktu lalu. Pasalnya mengganggu kenyamanan wisatawan, terlebih dengan pasal perzinahan. Bahkan dari PHRI pusat telah melakukan gugatan atas aturan tersebut.

“Pariwisata kita baru pulih, sudah ada aturan-aturan seperti itu. Harusnya buatlah aturan yang membangkitkan pariwisata. Dari PHRI pusat sudah melakukan itu (gugatan, Red),” katanya. (dpi)

- Advertisement -

- Advertisement -

Berita Populer