25.5 C
Mataram
Senin, 25 November 2024
BerandaBerita UtamaPemilik Homestay di Suranadi Harus Berdomisili di Sana 

Pemilik Homestay di Suranadi Harus Berdomisili di Sana 

Lombok Barat (Inside Lombok) – Kian menjamurnya homestay di kawasan wisata Suranadi, Kecamatan Narmada tak dibarengi dengan pengurusan izin yang seharusnya. Hal ini pun turut menjadi atensi Pemda Lobar. 

“Tidak semua homestay yang di Suranadi itu memiliki izin dan itu sudah disampaikan saat pertemuan di Kantor Desa,” kata Kadis DPMPTSP Lobar, H. Ahmad Subandi saat dikonfirmasi, Selasa (03/01/2023). 

Diterangkan, secara umum pembuatan homestay diatur hanya boleh dilakukan oleh qarga yang berdomisili di sana. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang ada dalam surat keputusan (SK) desa wisata. 

Untuk itu, perlu adanya revisi dalam persyaratan pengajuan izin yang harus melampirkan keterangan domisili di daerah tersebut.  Di mana izin mengenai hal itu juga harus ada rekomendasi dari Dinas PUTR terkait izin Tata Ruang. 

“Itu yang kita buatkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan selama ini Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) belum ada,” terang dia. 

Saat ini, Subandi mengakui bahwa IMB terbaru pun belum diperiksa pihaknya. Terlebih sudah banyak perubahan dan perkembangan, termasuk jumlah kamar yang juga bertambah. 

“Tambahan itu belum kita cek, nah itu seyogyanya (Dinas) Pariwisata yang periksa. Karena kita ini kan mengurus administrasinya (izin usaha) saja, sesuai rekom dari Dinas Pariwisata dan PU,” papar Subandi. 

Menurutnya, soal perizinan itu perlu dievaluasi. Jika nantinya ada perubahan, maka itu ada di Dinas PUTR. 

Diterangkan Subandi, pengurusan izin usaha homestay, KTP pemilik harus yang berdomisili di wilayah tersebut. Sesuai dengan SK mengenai homestay di Desa Wisata yang harus berbasis warga setempat. 

“Sesuai petunjuk dari Dinas Pariwisata kan (pemiliknya) harus orang di sana, nanti kita buatkan persyaratan di formulir perizinannya itu warga yang berdomisili di lokasi,” tandasnya. 

Sementara itu, Kadispar Lobar, H. M. Fajar Taufik mengakui bahwa dari data yang dimiliki pihaknya, bahwa dari 22 homestay yang ada di Suranadi, tak ada satu pun pemiliknya yang merupakan warga setempat. Sebagian besar pemilik berasal dari Kota Mataram dan sekitarnya. 

“Sesuai aturan, homestay berbasis masyarakat artinya pemilik daripada homestay itu harus ada di lokasi atau tinggal di sana dan tidak cukup hanya dengan pengelola,” tegas Taufik. 

Berbeda dengan lokasi destinasi wisata yang bisa dikelola oleh pihak yang tak harus menetap di sana. Karena kata dia, syarat untuk homestay berbasis masyarakat desa wisata, maka pemiliknya harus menetap. Mengingat Suranadi sudah resmi ditetapkan sebagai desa wisata berbasis masyarakat. 

“Tinggal dia pilih, kalau dia menetap di sana maka jadi homestay berbasis masyarakat,” tegasnya. 

Pihaknya pun sudah melakukan pendataan ulang terkait kepemilikan homestay di Suranadi. “Saya sudah suruh mengecek lagi teman-teman (Dispar) memastikan di sana ada pemiliknya atau tidak. Tetapi sih rata-rata pengelola aja,” bebernya. 

Namun yang jelas, terkait izin, Taufik menegaskan jika ingin tetap pada desa wisata maka harus berbasis masyarakat dan pemiliknya harus tinggal di sana. Namun jika tidak dan menginginkan menjadi kawasan destinasi wisata, maka dirinya mempersilakan para pemilik itu untuk mengusulkan revisi peraturan daerah (perda) tentang tata ruang. 

“Di perda itu sudah jelas, untuk kawasan destinasi wisata ada di Kecamatan Batulayar dan Sekotong. Sedangkan kawasan Desa Suranadi masuk kawasan desa wisata,” jelas Taufik. 

Tapi kenyataan di lapangan, hampir sebagian besar homestay itu sudah memiliki izin meski pemiliknya tak tinggal di sana. Terkait hal itu, Taufik menilai kemungkinan itu karena izin yang sudah lama dan mungkin perlu dievaluasi. 

“Mungkin juga izinnya sudah kadaluarsa karena ada masa berlakunya,” tandasnya. (yud)

- Advertisement -

- Advertisement -

Berita Populer