27.5 C
Mataram
Senin, 25 November 2024
BerandaBerita UtamaSistem Perlindungan Belum Berjalan Baik, Anak Rentan Jadi Korban dan Pelaku Pidana

Sistem Perlindungan Belum Berjalan Baik, Anak Rentan Jadi Korban dan Pelaku Pidana

Mataram (Inside Lombok) – Belakangan ini di NTB marak terjadi tindak pidana yang mana korban dan pelakunya adalah seorang anak di bawah umur. Salah satu kasus yang paling banyak adalah pelecehan maupun pencabulan anak. Sistem perlindungan anak yang belum berjalan baik pun disinyalir turut melanggengkan berbagai tindak pidana itu mungkin dilakukan dan/atau menimpa anak-anak.

Salah satu contoh kasus pidana yang baru-baru ini terjadi adalah pencabulan dan pelecehan seksual yang dialami oleh anak usia 14 tahun di Lombok Barat pada 23 Januari 2023 sekitar pukul 02.00 dini hari. Di mana 4 orang anak menjadi pelaku pelecehan dan pencabulan, yang korbannya juga seorang anak di bawah umur.

“Jadi kami melihat anak-anak ini adalah sebenarnya anak-anak yang rentan, dari korban sendiri itu adalah anak yatim piatu dan sudah putus sekolah, kemudian dari 4 anak (yang menjadi) pelaku ini sendiri itu 3 berstatus putus sekolah dan satunya masih berstatus sekolah,” ujar tim penasehat hukum korban, Yan Mangandar Putra, Selasa (7/2).

Dikatakan, melihat korban dan para pelaku ini sama-sama dalam kondisi rentan dan seharusnya sejak awal sudah mendapatkan perlindungan khusus. Baik itu dari lingkungan, pemerintah desa sampai provinsi, dan juga lingkungan sekolah.

“Kalau seandainya sistem perlindungan anak berjalan baik di NTB, sepatutnya anak anak yang dalam kondisi rentan ini tidak harus melakukan kejahatan,” tuturnya.

Lebih lanjut, seharusnya hak dasar anak terpenuhi, kemudian tumbuh kembang dan juga pendidikannya. Namun karena belum berjalan baik sistem perlindungan anak ini sehingga menimbulkan anak yang menjadi korban dan pelaku kejahatan.

“Ini yang kami cukup sayangkan sistem itu tidak berjalan di NTB, dan ini mungkin hanya segelintir yang nampak di permukaan (tindak pidana anak jadi korban dan pelaku, Red). Kami sangat yakin banyak anak-anak yang kondisi rentan seperti ini di NTB,” ungkapnya.

Seandainya sistem pelindungan anak berjalan baik, bukan cuman sekadar slogan, maka hal buruk seperti ini tidak akan terjadi. Apalagi saat ini Pemprov NTB sedang gencar-gencarnya sebagai provinsi layak anak.

Untuk itu diharapkan ini moment untuk tidak lagi hanya berbicara pada paparan teori perlindungan anak dan sebagainya, melainkan juga penerapannya. “Kita dikenal sebagai daerah yang stunting-nya tinggi karena perkawinan anak yang tinggi. Kalau kita lihat seluruh problem permasalah anak di NTB pasti selalu kembali ke perkawinan anak,” terangnya.

Masalah perkawinan anak jika dilihat pemerintah sudah lebih jauh gencar dalam kebijakannya, tapi masih kurang. “Langkah nyata dari pemerintah provinsi sampai desa itu yang perlu, supaya benar-benar perkawinan anak ini dikurangi atau kalau bisa dihilangkan,” imbuhnya.

Sementara itu, dalam kasus pelecehan dan pencabulan yang dilakukan oleh 4 orang di Lombok Barat, pihaknya dari PKBH UIN Mataram sudah melakukan koordinasi yang begitu baik dengan pihak polres Lombok Barat dan PK BAPAS Mataram, juga dengan pihak pekerja sosial profesional dari Dinas Sosial Lombok Barat terkait dengan kasus tersebut.

Sebagai informasi, kejadian pelecehan yang terjadi di Lombok Barat yang dilakukan oleh 4 orang. Bermula saat para pelaku minum minuman beralkohol kemudian berinisiatif untuk menjemput korban. Sesampainya korban di rumah salah satu pelaku yang menjadi tempat kejadian, mereka berempat melakukan pelecehan tersebut.

Entah siapa yang lebih dulu melakukan pencabulan, namun keempatnya secara bergilir mencabuli korban. “Dalam kasus ini saya pastikan tidak ada kekerasan dan atas kemauan. Tapi ini karena ketidaktahuan mereka atas apa yang mereka lakukan adalah salah. Untuk itu dibutuhkan pendampingan,” pungkas Yan. (dpi)

- Advertisement -

- Advertisement -

Berita Populer