28.5 C
Mataram
Minggu, 24 November 2024
BerandaBerita UtamaWagub Klaim Penanganan Stunting di NTB “by Name by Address”

Wagub Klaim Penanganan Stunting di NTB “by Name by Address”

Lombok Barat (Inside Lombok) – Wakil Gubernur NTB, Hj. Siti Rohmi Djalilah menyebut penanganan stunting di NTB saat ini sudah berdasarkan by name by address. Namun, di wilayah yang lebih terpencil masih ada masyarakat yang anaknya dinyatakan stunting justru tak terdata untuk memperoleh bantuan, sedangkan target penurunan stunting di NTB di tahun 2023 ini diharapkan bisa menyentuh angka 14 persen.

Angka stunting di NTB saat ini ada di kisaran 16,9 persen atau kurang lebih sekitar 75.503 anak balita di NTB yang masih stunting. “Target di RPJMD sih tidak 14 persen, targetnya 14 persen itu di 2024. Tapi kita berjuang di 2023 ini bisa 14 persen,” papar Wagub.

Guna menangani itu, Wagub mengklaim bahwa para tenaga kesehatan (nakes) dan pihak terkait lainnya yang bertugas menangani persoalan tersebut saat turun ke dusun dan ke posyandu. Mereka langsung mendata angka stunting berdasarkan nama, alamat, hingga berapa berat dan tingginya yang masih kurang dari standar.

“Karena di NTB ini posyandu keluarganya 7.600 lebih aktif, kita punya data stunting by name by address yang kita tidak temui di provinsi lain,” akunya. Sistem itu disebut Wagub lebih efektif untuk memudahkan memberi intervensi terkait penanganan yang sesuai dengan kebutuhan mereka dan bisa tepat sasaran.

Namun, di satu sisi masih ada warga yang mengaku bahwa anaknya yang dinyatakan stunting justru tak terdata dan tak mendapatkan bantuan seperti yang lainnya. Hal itu diungkapkan Aminah, seorang ibu yang juga menjadi pemulung di TPA Kebon Kongok, Lombok Barat. Di mana anaknya sempat dinyatakan stunting beberapa bulan lalu.

“Iya (sempat stunting) dikasih tahu dari posyandu, dikasih tahu anak saya stunting pas saya pulang dari TPA, terus dapat penyuluhan,” ungkap dia.

Namun, sayangnya seminggu setelah ada pendataan terkait stunting, anaknya justru tak mendapat bantuan saat yang lainnya bisa memperoleh hal tersebut. “Seminggunya lagi ada kabar ada yang dapet sembako, yang stunting-stunting aja. Tapi pas orang-orang dapat sembako, anak saya tidak ada namanya,” heran Aminah.

Aminah mengaku ia sudah berkali-kali mengajukan berkas untuk memperoleh bantuan kepada pihak Desa Karang Bongkot, tempat tinggalnya. Namun hingga kini, ia dan keluarganya tak pernah menerima PKH.

Dengan keterbatasan penghasilan yang didapat, sekitar Rp200 ribu per dua minggunya dari hasil memulung dan menjual sampah plastik. Aminah ingin asupan nutrisi untuk anak-anaknya bisa tetap terpenuhi.

“Sekarang tidak pernah sakit dia, gemuk sekarang, beratnya juga naik sekarang. Kemarin pas dikasih tahu stunting itu 9,2 Kg berturut-turut 2 bulan. Terus bulan kemarin 10,9 kg,” pungkas perempuan berusia 30 tahun itu. (yud)

- Advertisement -

- Advertisement -

Berita Populer