Mataram (Inside Lombok) – Tuduhan fee proyek dalam pelaksanaan kegiatan penyaluran dana bantuan pemerintah perluasan sawah, program pengembangan sarana dan prasarana pertanian tahun 2016 oleh mantan Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura (PTPH) Kabupaten Bima, Muhammad Tayeb disebut tidak benar adanya. Hal itu disampaikan DA Malik selaku Penasehat Hukum Nurmayang Sari yang merupakan bawahan Muhammad Tayeb pada proses sidang pembacaan eksepsi perkara korupsi penyaluran dana bantuan saprodi cetak sawah baru 2016 di Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, Senin (6/2/2023).
Dalam eksepsi yang dibacakan, DA Malik menyebut dana bantuan sarana produksi (saprodi) pertanian merupakan bantuan dana yang diperuntukkan untuk program kegiatan lanjutan (sub-program) dari cetak sawah yang telah dilaksanakan pada tahun 2015 dan tahun 2016.
“Bantuan dana saprodi pertanian ditujukan kepada 241 kelompok tani dengan total bantuan senilai Rp14.474.000.000, dan dana bantuan tersebut sesungguhnya telah diterima oleh 241 kelompok tani yang ditransfer ke masing-masing kelompok tani melalui Bank Syariah Mandiri (BSM), Bank Nasional Indonesia (BNI) maupun Bank Rakyat Indonesia (BRI),” ujarnya. Hal itu disebut telah sesuai dengan yang disebutkan Kejaksaan Negeri Bima dalam surat dakwaan nomor Pds-10/Ft.01/R. Bima/01/2023 tertanggal 17 Januari 2023.
Melihat hal itu, DA Malik membantah pemberitaan yang menyebut adanya “fee proyek” dalam kegiatan bantuan saprodi pertanian itu. “Sama sekali tidak benar dan tuduhan tersebut sama sekali tidak ada,” ujarnya.
Sangkalan itu didasarkan pihaknya pada keterangan terdakwa Nurmayang Sari yang merupakan bawahan Muhammad Tayeb sebagaimana tercatat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) 6 April 2022 pada angka 58 yang menerangkan bahwa “Tidak mengetahui adanya fee dalam pelaksanaan kegiatan tersebut”. Demikian juga di dalam laporan hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara atas kasus tersebut yang dikeluarkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB pada 15 April 2021.
“Tidak ada frasa yang menyebutkan jika Bupati Kabupaten Bima turut menikmati dugaan kerugian keuangan negara dalam peristiwa hukum ini,” jelasnya.
Selain itu, terkait adanya dugaan kerugian keuangan negara sebesar Rp5.116.769.000 sebagaimana hasil audit BPKP NTB disebutnya masih belum memiliki kepastian hukum. Terlebih secara faktual dana bantuan saprodi pertanian senilai Rp14.474.000.000 itu telah diterima oleh kelompok tani melalui rekening masing-masing.
“Terhadap besaran dana yang diperuntukkan untuk pembelian benih padi, pupuk kandang, pupuk cair, pupuk NPK, pupuk urea dan Herbisida tersebut sejatinya telah dibelanjakan secara langsung oleh petani maupun melalui bantuan pihak Dinas Pertanian Tanaman Pangan Dan Hortikultura Kabupaten Bima,” ujarnya.
Untuk itu, pihaknya menilai dugaan mengenai adanya aliran dana fee proyek dalam peristiwa ini yang mengalir ke Nurmayang Sari maupun ke Bupati Kabupaten Bima merupakan dugaan yang sumir. (r)