25.5 C
Mataram
Senin, 25 November 2024
BerandaBerita UtamaPencegahan Diklaim Semakin Masif, Kasus Perkawinan Anak di NTB Menurun

Pencegahan Diklaim Semakin Masif, Kasus Perkawinan Anak di NTB Menurun

Mataram (Inside Lombok) – Jumlah kasus perkawinan anak tahun 2022 di Provinsi NTB menurun dari tahun lalu. Penurunan kasus ini diklaim karena sosialisasi pencegahan yang dilakukan oleh pemerintah dan organisasi terkait cukup massif.

Kepala Dinas P3AP2KB Provinsi NTB, T. Wismaningsih Drajadiah mengatakan jumlah kasus perkawinan anak yang mendapatkan dispensasi tahun 2022 yaitu sebanyak 763 kasus. Sedangkan pada tahun 2021 lalu yaitu lebih dari seribu kasus dalam setahun.

“Banyak hal yang menjadi penyebab terjadinya penurunan kasus. Kan kita sudah membentuk desa ramah perempuan dan peduli anak,” katanya, Selasa (14/2) pagi.

Ia mengatakan, keberadaan desa ramah perempuan dan peduli anak ini menjadi wadah untuk mencegah adanya perkawinan anak di Provinsi NTB. Karena di desa ramah perempuan dan peduli anak tersebut juga ada forum anak yang ikut membantu dalam melakukan pencegahan.

“Jadi ada forum anak didalamnya. Forum anak juga berperan untuk pencegahan kasus perkawinan anak di sekolah,” kata Wisma. Selama ini pencegahan perkawinan anak ini di Provinsi NTB dikeroyok oleh lintas sektor bagi pemda maupun organisasi yang ada. Misalnya, Forum Anak, TP PKK, BKOW serta organisasi yang bergerak dalam perlindungan anak. “Hampir semua organisasi perempuan ini ikut terlibat. Karena memprogramkan penurunan kasus perkawinan anak,” lanjutnya.

Menurutnya, ratusan kasus perkawinan anak yang mendapatkan dispensasi tersebut sudah terdata secara resmi. Namun tidak menutup kemungkinan masih banyak yang belum terdata atau nikah dibawah tangan. “Mungkin masih banyak kasus-kasus yang tidak melapor. Jadi menikah dibawah tangan itu masih kita selidiki kasusnya,” ungkapnya.

Ia menjelaskan, pendataan yang dilakukan saat ini yaitu mencari tahu kasus perkawinan anak yang terjadi di NTB. Hal ini dilakukan untuk mencegah anak terlahir stunting dan risiko kesehatan lainnya. “Nantikan bisa difasilitasi Dinas Kesehatan untuk bisa diantisipasi. Angka kematian bayi. Kalau ada datanya kita bisa membina mereka,” tegas Wisma.

Selain masalah kesehatan, pendataan kasus perkawinan anak ini juga dilakukan untuk membantu para korban melanjutkan pendidikannya. Sehingga meski sudah menikah, hak mendapatkan pendidikan bisa tetap diperoleh. “Kalau tidak ada data ini yang repot. Kita tidak tahu dimana mereka berada. Kasus seperti apa dan bagaimana,” pungkasnya. (azm)

- Advertisement -

- Advertisement -

Berita Populer