Mataram (Inside Lombok) – Pendapatan Asli Daerah (PAD) NTB dari sektor pariwisata masih belum optimal, lantaran masih banyak kebocoran terutama pada retribusi parkir. Sehingga perlu adanya perbaikan pada retribusi kepariwisataan untuk memaksimalkan pendapatan pada bidang pariwisata.
Belum maksimalnya kawasan-kawasan pariwisata yang ada di NTB dalam mendongkrak PAD diduga karena retribusi yang ada masih dipermainkan oknum. Menghadapi kondisi ini pun dinilai memerlukan inspeksi atau diaudit kepada oknum-oknum yang terlibat, agar penerimaan PAD meningkat.
“Sangat kita sayangkan sekali daerah ini tidak bisa maju karena kondisinya seperti itu (masih ada oknum pemungut retribusi, Red). Tidak mungkin kita biarkan selamanya seperti itu,” ujar Ketua Asosiasi Pengusaha Senggigi (APH), Suhermanto, Selasa (21/2).
Dikatakan, sudah saatnya melakukan audit atau sidak kepada oknum-oknum yang melakukan pungutan liar dan praktik lainnya yang merugikan daerah. “Masa parkir ini tidak bisa diperbaiki sistemnya, kecuali oknum-oknum itu yang menghendaki. Ya susah juga kita. Semestinya dari bawah sampai atas bilamana ada indikasi mereka melakukan pungli itu diberantas,” tuturnya.
Maka dari itu, harus di berantas pungli tersebut. Suherman menilai penarikan retribusi yang dilakukan oleh oknum ini bukan hanya persoalan uang Rp2-5 ribu, tetapi bagaimana mendisiplinkan. Artinya parkir itudikelola dengan baik, masyarakat juga bisa bekerja. Terutama pengelolaan parkirdi kawasan pariwisata, pasalnya wisatawan juga merasakan adanya pungli dilakukanoleh oknum-oknum ini.
“Terasa sekali (pungli) di daerah Kuta, Selong Belanak, itu namanya retribusi parkir sangat menjengkelkan. Begitu dilihat bule (wisatawan mancanegara, Red) di-charge orang Rp10 ribu untuk parkir, parkir juga biasa-biasa saja tidak membuat orang itu nyaman,” ungkapnya.
Menurutnya hal-hal sepele seperti itu yang merusak promosi daerah khususnya pelaku pariwisata. Baik dari hotel, restoran maupun yang lainnya. Apalagi mereka mempromosikan diri itu biayanya mahal, kalau rusak karena hal sepele ini yang tidak bisa ditangani dengan baik. Maka menjadi kesan yang buruk bagi NTB.
“Nanti jadi jangan berkunjung ke Lombok karena seperti ini parkir tidak baik, terus infrastrukturnya tidak baik, sistemnya tidak baik dan sebagainya. Ini yang sedang kita bahas di kawasan kita di Senggigi, terus terang saja Senggigi ini masih menjadi destinasi utama yang bisa menyetir pariwisata di NTB,” jelasnya.
Dikatakan jika melihat kondisi saat ini yang sudah maksimal untuk retribusi di kawasan Senggigi. Hanya saja kondisi pandemi Covid-19 ini belum pulih, sementara untuk menaikkan PAD itu didorong untuk menjual. Artinya jika menjual produk khususnya pariwisata, harus ditunjang dengan infrastruktur yang ada.
“Saya berbicara Senggigi saja, ini Senggigi mereka sudah siap menjual. Tetapi ada kendala-kendala yang tidak bisa dipenuhi oleh pemerintah daerah, khususnya Lombok barat, terkait masalah pelabuhan, pasar seni yang belum maksimal fungsinya,” terangnya.
Dimana inginnya dari pihak pelaku pariwisata itu harus ada area publik yang bisa dimaksimalkan, sehingga mendongkrak PAD dari pariwisata. Bila Itu disiapkan, pelaku pariwisata yakin di situasi seperti ini bisa dua kali lipat sumbangan PAD di Senggigi. Begitu juga dengan PAD di kabupaten/kota lainnya.
“Itu yang kita harapkan jadi tujuannya adalah untuk mendongkrak wisatawan kita ke NTB. Kalau Senggigi menggeliat, itu bisa menghidupkan Mandalika dan semuanya. Tapi kalau mandalika menggeliat belum tentu wisatawan masuk ke Senggigi,” tandasnya. (dpi)