Mataram (Inside Lombok) – Para peternak ayam broiler melakukan demonstrasi di depan gedung DPRD NTB, mengeluhkan harga jual ayam yang anjlok, karena biaya produksi lebih besar dibandingkan dengan harga jual ternak. Kondisi tersebut membuat banyak peternak terpaksa gulung tikar.
Salah satunya yang dialami peternak ayam di Lombok Barat, Nengah Suriyatni menegaskan bahwa ia bersama dengan peternak lainnya bukan kemitraan. Namun murni peternakan mandiri khusus ayam broiler, dengan populasi hewan ternak ayam sedikit. Mulai dari 100 sampai 4000 ekor.
“Boiler ini memang sangat memprihatinkan sekali. Sudah berapa tahun ini kita amati, tidak pernah menguntungkan peternak mandiri. Sementara pakan naik terus, doc mahal, harusnya harga standar itu Rp20 ribu, tapi sekarang harga anjlok Rp10 ribu (per kilogram kondisi hidup, red),” kata Suriyatni usai aksi demo di depan DPRD NTB, Kamis (9/3).
Sementara satu ayam saja untuk makannya menghabiskan 3 kg pakan, harga pakan saat ini saja berkisaran Rp500 ribu. Kemudian harga bibit sedikit mengalami kenaikan dari yang rata-rata harga normal Rp7-8 ribu. Kondisi ini disebut tidak sebanding dengan biaya produk mereka.
“Pokoknya kalau harga Rp20 ribu baru kita balik modal. Belum lagi kita menghitung untung, sekarang ini harga jebol sampai Rp10-12 ribu per kg. Kita kehilangan Rp8-10 ribu, kali berapa tonase panen ayam kita,” bebernya.
Ditambah pembengkakan biaya pakan, belum lagi jika menjual ayam tidak laku, karena banyak perusahaan yang stok ayam mereka juga menumpuk. Sehingga sangat sulit persaingan para peternak-peternak mandiri. Bahkan mereka harus menjual ayam keluar daerah untuk mengurangi stok di dalam daerah.
“Dan ini kalau tidak terserap lagi dan di luar turun harga, ayam juga akan jumbo lagi ukurannya dan harga akan hancur lagi,” katanya.
Maka dari itu sejumlah peternak ayam mandiri melakukan aksi demo di depan gedung DPRD NTB, menuntut beberapa poin dan keberpihakan dari wakil rakyat di NTB, terhadap para peternak-peternak kecil, peternak rakyat dengan kondisi harga ternak yang anjlok.
“Itu kenapa kita sampai melakukan aksi demo ini. Sudah berapa kali disampaikan ke pemerintah, mudah-mudahan ini bisa didengar,” imbuhnya.
Dikatakan, anjloknya harga ayam ini sudah terjadi sejak 2 tahun terakhir. Hanya saja kondisi terparah di 6 bulan terakhir ini tidak pernah stabil harganya. Nengah menyebutkan, peternak-peternak mandiri binannya yang bermitra dengan saat ini hanya tersisa 2 orang yang bertahan dari ratusan mitra binaannya. Sedangkan lainnya justru gulung tikar.
“Ada yang ambil alternatif lain ke kemitraan lain, ada juga yang tidak bisa beternak lagi gara-gara kandang oven, tidak bisa masuk perusahaan. Karena perusahaan standarnya rata rata CH (Close house) sementara kita kandangnya oven,” jelasnya.
Koordinator Pelaksana Massa Aksi, Muhammad Zaini mengatakan peternakan ayam lokal NTB menghadapi situasi sulit, karena banyaknya perusahaan raksasa yang masuk ke pasar tradisional. Hal tersebut berdampak pada harga jual ayam anjlok dan tidak sebanding dengan modal produksi dikeluarkan peternak.
“Kondisi peternak ayam di NTB sangat tertekan dan memprihatinkan, penjualan bukannya untung tapi merugi. Harga ayam hari ini di Lombok sekitar Rp12 ribu per kg (ayam hidup),” ujarnya.
Adanya perusahaan besar ini, peternak ayam dipastikan kalah bersaing. Maka dari itu pihaknya menuntut DPRD untuk 4 poin yang ada. Poin-poin yang dituntut, pertama adanya stabilisasi harga serta penetapan harga ayam broiler, kedua meminta pemerintah atau DPRD NTB mengusir perusahaan luar yang ada di NTB, ketiga pemerintah harus menciptakan iklim usaha unggas yang kondusif dan berpihak kepada peternak lokal. Keempat, pemerintah harus membuat peraturan daerah tata kelola hulu usaha peternakan. (dpi)