Mataram (Inside Lombok) – Bulan Suci Ramadan membawa berkah bagi para pelaku usaha, terlebih karena tingginya permintaan beberapa kebutuhan. Tak terkecuali permintaan gula aren atau gula merah yang ikut meningkat, lantaran digunakan sebagai bahan campuran pembuatan kue oleh masyarakat.
Tingginya permintaan gula aren ini membawa berkah bagi para perajin gula aren, salah satunya di Desa Pusuk Lestari, Kecamatan Batu Layar, Kabupaten Lombok Barat. Hamzanwadi, salah satu perajin gula aren di desa tersebut mengakui permintaan akan gula aren pada saat bulan Ramadan lebih banyak dibandingkan dengan permintaan tuak manis yang biasanya menjadi menu buka puasa.
Hal itu tentu menguntungkan, lantaran dari segi harga gula aren lebih menjanjikan daripada tuak manis.”Tuak manis banyak yang minta. Tapi lebih banyak gula aren, karena untungnya banyakan gula aren,” ujar Hamzanwadi di sela-sela pembuatan gula aren, Senin (10/4).
Meskipun dalam prosesnya cukup rumit dan memakan waktu lama, keuntungan gula aren lebih tinggi dibandingkan penjualan tuak manis. Di mana satu batok gula aren di jual dengan harga Rp30 ribu.
“Kalau untung ya gula aren, dan cepat lakunya juga gula aren. Karena biasanya gula aren untuk membuat jajan, dalam sehari dapat Rp100-300 ribu,” ungkapnya.
Untuk memproduksi gula aren dan tuak manis setiap hari. Ia hanya mengandalkan enam pohon aren yang ada di kebun milik orang tuanya, setiap harinya yakni pagi dan siang, satu pohon aren mampu menghasilkan dua hingga lima liter. Sekali mengambil air aren yang telah di sadap, sebanyak empat liter untuk dijadikan gula aren atau di jual kepada warga dengan harga Rp10 ribu per botolnya.
“Sekitar empat liter, nanti dijadikan gula aren. Dalam 4 liter bisa jadi 3 pasang batok gula aren, dan itu yang dijual ke pengepul,” terangnya.
Di sisi lain, Kepala Dusun Kedondong Bawah, Zulfan Hadi mengatakan para perajin gula aren di desanya kini mulai menurun. Karena semakin sempitnya lahan perkebunan, di tambah pembuatan masih di lakukan tradisional. Sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama, akhirnya banyak yang memilih penjualan dalam bentuk tuak manis.
“Memang sudah mulai berkurang, karena selain tidak memiliki lahan itu juga disebabkan karena proses pembuatan gula aren ini juga sangat ribet, jadi banyak memilih penjual tuak manis,” tuturnya.
Zulfan menilai, agar perajin gula aren tetap eksis, Zulfan dan pemerintah Desa setempat melakukan berbagai terobosan agar produksi gula aren lebih efisien tanpa harus memakan waktu alam. Gula aren sendiri banyak digunakan oleh warga sebagai bahan tambahan dalam membuat kue, makanan hingga minuman.
“Kita masih mencari terobosan agar produksi gula aren ini tidak memakan waktu lama, dan membutuhkan tenaga dan biaya yang cukup banyak,” jelasnya. (dpi)